Rabu, 22 Januari 2014


Candra Mawa

                                                                                              edohaput


30

Ki Patih Danureja duduk di singgasana. Kursi kebesaran tempat duduk Ki Patih saat - saat menerima tamu penting. Ki Poleng yang datang menghadap bersama Tumenggung Suro Blasah oleh Ki Patih Danureja dianggap sebagai tamu penting. " Jadi kamu sanggup merangket Bardan, Poleng ?" Tanya Ki Patih sambil menatap Ki Poleng yang tetap menunduk tidak berani menengadahkan wajah melihat wajah Ki Patih. Ki Poleng yang duduk di lantai marmer bersebelahan dengan Suro Blasah mengantupkan telapak tangannya di depan hidung menyembah Ki Patih : " Benar Ki Patih. Kalau hamba yang sudah renta ini diberikan tugas merangket Bardan, mudah - mudahan hanya dengan mudah segera bisa menghadapkan jasad Bardan di depan Ki Patih." Selesai dengan kalimat ini kembali Ki Poleng menyembah - nyembah Ki Patih. Dan tetap menunduk tidak berani menengadahkan wajah. Ki Patih Danureja tertawa lepas : " Aku gembira, Poleng. Dan aku percaya kepadamu. Aku sudah tahu banyak tentang dirimu dari mulut Suro Blasah. Tetapi caranya bagaimana, Poleng ? Bardan itu seperti setan. Datang tiba - tiba dan pergi secepat kilat." Pertanyaan Ki Patih ini mengagetkan pikiran Suro Blasah. Karena Suro Blasah memang tidak punya cara bagaimana caranya menangkap Bardan. Tetapi pertanyaan Ki Patih tidak menganggetkan Ki Poleng. Sambil kembali menyembah Ki Poleng mengutarakan rencananya : " Hamba akan merangket Ki Tambi dan Nyi Tambi terlebih dahulu, Ki Patih. Ki Tambi dan Nyi Tambi setelah dirangket dipenjarakan di Kepatihan. Pasti Bardan akan muncul. Kemunculan Bardan ini akan menjadi tugas hamba untuk merangketnya. Percayakan kepada hamba Ki Patih, pasti Bardan akan segera hamba hadapkan hidup atau mati." Kesombongan Ki Poleng muncul. Dadanya di tegakkan, tetapi tetap wajah tidak berani menengadah. " Hem ... aku percaya Poleng. Dan aku sangat senang. Dan yang harus kamu perhatikan, hadapkan kepadaku Daruni tanpa ada luka serambutpun. Daruni harus juga dirangket. Tetapi jangan serambutpun Daruni ada luka dan cela. Aku sudah  dengar Daruni sangat cantik. Dirinya tidak pantas ada di Tambi. Dirinya harus hidup bahagia di Kepatihan. Perhatikan itu, Poleng !" Ki Patih menatap tajam Ki Poleng. Yang ditatap tajam tidak melihat. Mendengar nama Daruni disebut - sebut oleh Ki Patih, dan Ki Patih meminta agar Daruni juga dirangket dan tidak boleh ada luka, dan Daruni harus hidup bahagia di Kepatihan, kalimat ini membuat kepala Suro Blasah bagai disambar petir. Betapa tidak. Di kepala Suro Blasah begitu Ki Poleng bisa melumpuhkan Ki dan Nyi Tambi, dirinya akan segera memperdaya Daruni. Daruni akan segera ditangkapnya. Dan segera dinaikkan di punggung kudanya dan dibawa lari sejauh mungkin dari Tambi. Entah kemana. Yang penting Daruni sudah ada di pelukannya. Di kepala Tumenggung Suro Blasah ketika nanti rencana perangketan Ki dan Ki Tambi sudah matang direncanakan oleh Ki Poleng, Suro Blasah akan dengan segera menyari tempat yang aman tersembunyi, dan jauh dari Tambi juga jauh dari Mataram. Dirinya akan mempersiapkan tempat yang baik. Yang nyaman. Yang menyenangkan. Dirinya akan meminta para begundalnya mempersiapkan tempat itu. Dan disitulah Daruni akan disembunyikannya. Dan tempat itu adalah pantai Petanahan. Disana para begundalnya akan membuatkan rumah mungil yang sangat jauh dari keramaian. Disitulah pulalah dirinya akan menikmati keindahan tubuh Daruni. Disitulah Daruni akan dirayu - rayu. Dinikmati dengan matanya. Keindahan tubuhnya yang tiada cela. Keayuan parasnya yang tiada tanding. Lekuk - lekuk tubuhnya yang sempurna. Dan dirinya akan bersabar - sabar agar dengan rela Daruni mau melayaninya. Dan jika kesabarannya habis karena Daruni tetap tidak menyediakan keindahan tubuhnya untuk dirinya. Dirinya akan memaksanya. Akan dengan kasar melepasi semua kain yang dikenakan Daruni. Akan membiarkan Daruni yang seluruh lekuk tubuhnya tanpa tertutup sehelai benangpun. Akan ditatapnya tubuh Daruni yang indah sempurna. Tidak peduli apa yang dirasakan Daruni. Betapa takutnya. Begitu ngerinya terhadap dirinya yang akan memperlakukannya dengan garang. Dirinya tidak akan kasihan lagi terhadap Daruni. Daruni akan dipaksanya. Ditubruknya, dipeluknya dengan penuh nafsu. Diremasnya dengan penuh kegemasannya. Tiba - tiba suara Ki Patih Danureja membuyarkan sesuatu yang sedang berkecamuk di kepalanya. Dan sekali lagi membuat kaget jantungnya. " Dan kamu Suro Blasah. Kamulah Suro yang akan mengawal, menandu dengan hati - hati agar Daruni tanpa cela bisa sampai di Kepatihan. Jika ada sesuatu terjadi pada Daruni, lehermu taruhannya, Suro !" Kalimat ini diucapkan oleh Ki Patih dengan nada keras bagai memarahi. Untuk kedua kalinya kepala Tumenggung Suro Blasah bagai tersambar petir. Jika saja dirinya tidak sedang menghadap Ki Patih Danureja yang amat ditakutinya, pasti dirinya sudah berteriak membedah langit menggemuruh. Seperti perasaannya dan keinginannya yang sangat ingin menikmati tubuh Daruni.


masih ada kelanjutannya ............................