Candra Mawa
edohaput
31
Giyem memasang mata dan telingannya. Keberadaan Ki Poleng di Kepatihan tidak lepas dari pengamatan Giyem. Ki Poleng orang tua yang nampak sombong bisa leluasa keluar masuk pintu Kepatihan, seolah tidak ada yang bisa melarangnya, membuat Giyem curiga. Tidak pernah ada orang asing yang dengan mudah bisa keluar masuk pintu Kepatihan. Kini tiba - tiba ada orang yang belum pernah dilihatnya dengan mudahnya melewati prajurit penjaga regol - regol kepatihan. Di pikiran Giyem pasti orang tua berambut dan berjanggut putih ini adalah orang penting. Kalau tidak pasti tidak akan sebebas itu berada di Kepatihan. Giyem menjadi sangat tergoda untuk mengetahuinya. Mengapa orang tua berjubah hitam dengan ikat kepala yang juga hitam itu matanya jelalatan ketika melihat perawan - perawan yang melewati halaman Kepatihan. Dan ketika para perawan telah berlalu dari pandangannya orang tua itu tampak gelisah. Kedua tangannya meraba - raba yang ada di balik kain bawahnya. Lalu menyeringai dan mendesah. Orang tua ini sangat menarik perhatian Giyem. Matanya yang genit. Senyumannya yang menampakkan giginya yang hitam lataran banyak makan sirih, nampak begitu menginginkan perawan - perawan yang nampak di matanya. Giyem sangat berkeinginan menggoda orang ini. Hanya dengan dekat dengan orang tua sombong dan bersikap menggelikan ketika melihat perawan ini, dirinya akan tahu banyak tentangnya. Beberapa hari belakangan Giyem memang menjadi geregetan dengan sikap orang tua yang sangat sering duduk - duduk di beranda Kepatihan bersama dengan Tumenggung Suro Blasah. Di mata Giyem kedua orang ini nampak sangat akrab. Dan yang paling membuat Giyem geram adalah orang tua yang tangannya berotot dan dipergelangan tangannya ada semacam gelang yang terbuat dari akar ini selalu tertawa terbahak ketika ada perawan - perawan yang melewati di mana dirinya dan Suro Blasah duduk - duduk.
Sore cerah. Setelah bersolek Giyem mengintip keadaan beranda kepatihan. Seperti biasanya Giyem memperoleh pemandangan yang diharapkan. Orang tua berjanggut putih dan punya mata tajam itu sedang duduk - duduk menikmati cerahnya sore bersama Tumenggung Suro Blasah. " Kena kamu kakek tuek tak tahu diri !" Pekik Giyem dalam hati.
Giyem yang mengenakan kain agak ketat segera menjalankan aksinya. Melangkah melewati regol, melintasi jalan batu candi. Giyem sengaja membusungkan dadanya dan pantatnya yang memang jendul dibahenol - bahenolkan. Ketika melewati Kakek Tuek Poleng dan Suro Blasah sengaja langkahnya diperlambat dan dibuat - buat. Yang dimaksudkan pun bersambut. Suro Blasah meloncat dari beranda dan langsung mendapati Giyem. " Kemana yem ?" Sergah Suro Blasah sambil cepat menyambar tangan Giyem. Giyem tidak menjawab pertanyaan Suro Blasah. " Yem nanti malam aku ke rumahmu. Tu ... Ki Poleng mau omong - omong sama kamu". Suara Soro Blasah menjadi parau lantaran genggaman tangannya merasakan halus dan hangatnya tangan Gi yem. Suro Blasah yang berangasan dan mudah terangsang inipun segera mendengus. Giyem tertawa dalam hati. " Ya yem ya ... tunggu aku. Kamu pasti dapat hadiah dari Ki Poleng itu. Ki Poleng itu guruku yem." Suro Blasah mengencangkan gamitan tangannya di tangan Giyem. " Ah ... Raden Tumenggung ini ada - ada saja." Giyem merontakan tangannya dari genggaman Suro Blasah dan melangkah berlalu dari depan beranda yang dilewatinya. " Kena kamu kakek tuek ... !" Teriak Giyem dalam batin. Seiring langkah Giyem yang menjauhi dirinya Suro Blasah sempat berteriak : " Tunggu ya Yem ... !" Giyem hanya bisa geli di hati mendengar teriakan Tumenggung Suro Blasah.
Ki Poleng yang matanya juga tidak lepas mengamati Giyem dari kejauhan, kerongkongannya serasa tersekat menyaksikan lenggak - lenggok langkah Giyem yang mempermainkan pantatnya yang bahenol. " Perempuan itu siapa, Suro ..ha ...?" Tanya Ki Poleng setelah Suro Blasah kembali duduk di dekatnya. " Giyem Ki ... nanti malam Ki Poleng saya antar ke rumahnya." Jawab Suro Blasah sambil tertawa menyeringai membuat kumis tebalnya bergerak - gerak. " Siapa itu Giyem, Suro ... ?" Ki Poleng menyelidik. " Dulu abdi dalem Kepatihan, Ki ... tapi sekarang tidak. Sekarang cuma kalau ada perhelatan saja Giyem dipanggil untuk bantu - bantu. O .. ya ... Ki .. asal ada kepingan, Giyem pasti mau melayani." Suro Blasah kembali menyeringai. Ki Poleng manggut - manggut sambil mengelus - elus janggut putihnya yang menjuntai sampai ke dada. Terbayang di benak Ki Poleng, dada Giyem yang membusung. Pantat yang bahenol megal - megol. Tubuh Sintal Giyem tiba - tiba merasuki seluruh benaknya. Ki poleng menjadi tidak sabar menunggu malam.
Gerimis kecil menyambut datangnya malam. Suro Blasah dengan payung motho hitam besar meneduhi tubuh Ki Poleng yang melangkah cepat menuju rumah Giyem. Mengambil jalan melingkar agar tidak banyak ketemu orang, Suro Blasah dan Ki Poleng menyusuri jalanan Gelap. Kelap - kelipnya lampu minyak di depan rumah - rumah tidak mampu menembus gelapnya malam. Langkah Ki Poleng cepat. Seolah sudah tidak sabar ingin segera mengetuk pintu rumah Giyem. Kepingan - kepingan uang yang ada di kantong saling beradu dan gemerincing mengiringi langkah - langkah tergesa. Kepingan - kepingan itu akan segera di jejalkan di dada Giyem. Dan dibayangan Ki Poleng Giyem pasti akan melayaninya dengan penuh gairah. Giyem pasti akan menuruti apa yang dimintanya. Ki Poleng sudah tidak sabar untuk meremas pantat Giyem dan meggemasi pipi Giyem yang sedikit tembem karena Giyem berwajah bulat. Kaki Ki Poleng bertambah cepat melangkah.
masih ada kelanjutannya .................
Sore cerah. Setelah bersolek Giyem mengintip keadaan beranda kepatihan. Seperti biasanya Giyem memperoleh pemandangan yang diharapkan. Orang tua berjanggut putih dan punya mata tajam itu sedang duduk - duduk menikmati cerahnya sore bersama Tumenggung Suro Blasah. " Kena kamu kakek tuek tak tahu diri !" Pekik Giyem dalam hati.
Giyem yang mengenakan kain agak ketat segera menjalankan aksinya. Melangkah melewati regol, melintasi jalan batu candi. Giyem sengaja membusungkan dadanya dan pantatnya yang memang jendul dibahenol - bahenolkan. Ketika melewati Kakek Tuek Poleng dan Suro Blasah sengaja langkahnya diperlambat dan dibuat - buat. Yang dimaksudkan pun bersambut. Suro Blasah meloncat dari beranda dan langsung mendapati Giyem. " Kemana yem ?" Sergah Suro Blasah sambil cepat menyambar tangan Giyem. Giyem tidak menjawab pertanyaan Suro Blasah. " Yem nanti malam aku ke rumahmu. Tu ... Ki Poleng mau omong - omong sama kamu". Suara Soro Blasah menjadi parau lantaran genggaman tangannya merasakan halus dan hangatnya tangan Gi yem. Suro Blasah yang berangasan dan mudah terangsang inipun segera mendengus. Giyem tertawa dalam hati. " Ya yem ya ... tunggu aku. Kamu pasti dapat hadiah dari Ki Poleng itu. Ki Poleng itu guruku yem." Suro Blasah mengencangkan gamitan tangannya di tangan Giyem. " Ah ... Raden Tumenggung ini ada - ada saja." Giyem merontakan tangannya dari genggaman Suro Blasah dan melangkah berlalu dari depan beranda yang dilewatinya. " Kena kamu kakek tuek ... !" Teriak Giyem dalam batin. Seiring langkah Giyem yang menjauhi dirinya Suro Blasah sempat berteriak : " Tunggu ya Yem ... !" Giyem hanya bisa geli di hati mendengar teriakan Tumenggung Suro Blasah.
Ki Poleng yang matanya juga tidak lepas mengamati Giyem dari kejauhan, kerongkongannya serasa tersekat menyaksikan lenggak - lenggok langkah Giyem yang mempermainkan pantatnya yang bahenol. " Perempuan itu siapa, Suro ..ha ...?" Tanya Ki Poleng setelah Suro Blasah kembali duduk di dekatnya. " Giyem Ki ... nanti malam Ki Poleng saya antar ke rumahnya." Jawab Suro Blasah sambil tertawa menyeringai membuat kumis tebalnya bergerak - gerak. " Siapa itu Giyem, Suro ... ?" Ki Poleng menyelidik. " Dulu abdi dalem Kepatihan, Ki ... tapi sekarang tidak. Sekarang cuma kalau ada perhelatan saja Giyem dipanggil untuk bantu - bantu. O .. ya ... Ki .. asal ada kepingan, Giyem pasti mau melayani." Suro Blasah kembali menyeringai. Ki Poleng manggut - manggut sambil mengelus - elus janggut putihnya yang menjuntai sampai ke dada. Terbayang di benak Ki Poleng, dada Giyem yang membusung. Pantat yang bahenol megal - megol. Tubuh Sintal Giyem tiba - tiba merasuki seluruh benaknya. Ki poleng menjadi tidak sabar menunggu malam.
Gerimis kecil menyambut datangnya malam. Suro Blasah dengan payung motho hitam besar meneduhi tubuh Ki Poleng yang melangkah cepat menuju rumah Giyem. Mengambil jalan melingkar agar tidak banyak ketemu orang, Suro Blasah dan Ki Poleng menyusuri jalanan Gelap. Kelap - kelipnya lampu minyak di depan rumah - rumah tidak mampu menembus gelapnya malam. Langkah Ki Poleng cepat. Seolah sudah tidak sabar ingin segera mengetuk pintu rumah Giyem. Kepingan - kepingan uang yang ada di kantong saling beradu dan gemerincing mengiringi langkah - langkah tergesa. Kepingan - kepingan itu akan segera di jejalkan di dada Giyem. Dan dibayangan Ki Poleng Giyem pasti akan melayaninya dengan penuh gairah. Giyem pasti akan menuruti apa yang dimintanya. Ki Poleng sudah tidak sabar untuk meremas pantat Giyem dan meggemasi pipi Giyem yang sedikit tembem karena Giyem berwajah bulat. Kaki Ki Poleng bertambah cepat melangkah.
masih ada kelanjutannya .................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar