Candra Mawa
edohaput
17
Mendengar laporan Legino dan Mijan, Ki Demang Sawang Argo sangat gembira. Ternyata anaknya semata wayang masih hidup dan dalam keadaan tidak cidera. Di balik kegembiraannya ada rasa kawatir yang sangat menghantui. Jika laporan Legino dan Mijan ini didengar Tumenggung Suro Blasah pasti Daruni akan dijemput paksa oleh Tumenggung Suro Blasah. Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya pada diri Daruni. Di dakam hati kecilnya Ki Demang Sawang Argo ingin Daruni tetap berada di pondok Nyi Tambi. Ki Demang percaya Daruni akan mendapat perlakuan yang baik dan perawatan yang semestinya di Tambi. Ki Demang sudah sangat sering mendengar kabar kalau Ki Tambi dan Nyi Tambi adalah orang baik. Orang yang mau banyak memberi pertolongan kepada orang lain yang membutuhkan. Walaupun Ki Demang belum pernah bertemu dengan Ki dan Nyi Tambi tetapi Ki Demang Sawang Argo sangat percaya kalau Daruni pasti mendapatkan perlindungan dari Ki dan Nyi Tambi. Tetapi kalau kabar ini tidak diberitahukannya kepada Tumenggung Suro Blasah, dan Temunggung Suro Blasah yang ahkirnya tahu kalau dirinya berbohong, maka lehernyalah yang menjadi taruhannya. Keberadaan Daruni tidak diberitahukan ke Tumenggung Suro Blasah dirinya terancam dianiaya Tumenggung, tetapi jika diberitahukan pasti Daruni akan dijemput paksa dan dibawa ke Kepatihan dan Daruni akan menjadi sangat menderita. Ki Demang bertemu dengan buah si malakama. Dimakan mati tidak dimakanpun mati. Ki Demang tidak mempunyai pilihan. Air mata Nyi Demang yang terus membasahi pipinya juga membuat perasaan Ki Demang menjadi semakin gundah. " Menurut pikiran saya, Ki Demang beritahukan saja keberadaan Daruni ini kepada Raden Tumenggung." Kata Legino memecah kebekuan suasana. " Dan Ki Demang memohon kepada Raden Tumenggung agar Daruni bisa dibawa pulang ke kademangan. Dan Ki Demang juga memohon agar Raden Tumenggung mau membatalkan niatnya membawa Runi ke Kepatihan." Legino kemudian mengambil napas panjang dan menghempaskannya untuk melepaskan beban di dadanya. Legino sangat ingin Daruni tetap berada di Kademangan. Dengan begitu siapa tahu dirinyalah nantinya yang beruntung mempersunting Daruni. Ki Demang tidak menjawab usul Legino. Mata malah berkaca - kaca dan menerawang menembus langit - langit pendopo kademangan. Mijan yang sedari tadi hanya tertunduk dan sedih memikirkan nasib yang akan terjadi terhadap Demangnya dan Daruni, ikut membenarkan usul Legino : " Benar Ki. Usul kang Legino patut dicoba. Siapa tahu Raden Tumenggung Suro Blasah masih memiliki rasa iba terhadap Ki Demang dan Daruni." Kata - kata Mijan ini juga sangat didengarkan oleh Ki Demang. Tetapi Demang Sawang Argo tetap diam. Duduk terpaku dan pandangan matanya tetap menerawang. Terbayang penderitaan Daruni jika dibawa Tumenggung Suro Blasah. Terbayang pula penyiksaan yang akan menimpa dirinya yang akan dilakukan oleh Tumenggung Suro Blasah. " Baiklah aku akan pikirkan bersama Nyi Demang. Trima kasih atas usaha kalian bisa menemukan Runi." Ki Demang beranjak dari duduk dan menggandeng tangan Nyi Demang meninggalkan Legino dan Mijan.
Melihat Ki Demang dan Nyi Demang sudah masuk dan menutup pintu rumah induk, Sumirah yang mendengar kabar kalau Legino telah pulang ke kademangan dan sedang menghadap Ki Demang, segera menuju samping pendopo dan bersembunyi di balik pohon, bergegas lari ke pendopo untuk mendapati Legino. Legino yang beranjak dari duduk bersila dan belum sempat berdiri sempurna telah ditubruk Sumirah. Legino sempoyongan dan tetap diruket Sumirah. " Kang aku kangen banget, kang. Aku kangen ... kang !" Sumirah memeluk tubuh Legino. Mijan yang menyaksikan adegan ini hanya bisa tersenyum dan segera ngeloyor pergi. Mijan sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi antara Legino dan Sumirah. Mereka pasti akan segera pergi ketempat dimana mereka sering melewatkan hari - hari menyenangkannya.
Malam mulai menyelimuti Kademangan Sawang Argo. Rembulan yang muncul di ufuk timur berwarna merah. Pelataran Kademangan Sawang Argo ramai dengan celoteh anak - anak yang bermain petak umpet. Berlarian dan saling mengejar, saling bersembunyi di balik pohon - pohon besar di halaman kademangan. Di sudut halaman di bawah pohon beringin kurung duduk Mijan dikerumuni perawan - perawan kademangan. Para perawan asyik mendengarkan cerita Mijan dalam perjalanannya sampai bisa menemukan Daruni. " Trus Daruni mau pulang ke kademangan tidak ya, kang ?" Tanya Painah yang sedari tadi duduknya merapat ke Mijan. " Wah kalau soal itu aku tidak tahu, Nah. Ya sana tanya sendiri sama Daruni !" Jawaban Mijan ini mengundang tawa para perawan kecuali Painah yang malah jadi memberengut dan menyubit lengan Mijan. " Kasihan ya Daruni. Di rumah enak - enak harus melarikan diri jauh dari rumah." Sambung Giyuk yang gemuk dan berhidung pesek pipi tembem. " Ah ya enak lari, yuk ! Kalau tetap di kedemangan ya dibawa sama Raden Tumenggung yang berangsasan itu !" Warliyem menjawab tanpa diminta oleh Giyuk. " Kalau aku mau lho dibawa sama Raden Tumenggung itu, yem. Coba kalau Raden Tumenggung sudah lihat aku. Pasti aku dikejar pula." Kalimat ini oleh Giyuk diahkiri dengan tertawanya yang renyah. " Betul Yuk. Pasti raden Tumenggung akan sangat terpesona sama hidungmu yang mlesek dan pipimu yang tembem." Mendengar jawaban Mijan ini semua perawan tertawa renyah termasuk Giyuk. " Tidak hanya pipiku yang tembem lho kang Mijan. Punyaku juga tembem. Kalau Raden Tumenggung melihatnya pasti kemecer ingin .... " Kalimat Giyuk ini semakin meledakkan tawa para perawan. " Dasar kamu yuk ... yuk ... wong edan ... " Warliyem menyambung.
Rembulan semakin meninggi. Suara celoteh anak - anak telah hilang. Para perawanpun satu - satu meninggalkan Mijan. Ketika Painah juga akan meninggalkan Mijan, buru - buru Mijan menggamit tangan Painah. " Mau kemanah, Nah ?" Mijan menatap wajah Painah yang disinari rembulan. Painah yang berhdung kecil dan mancung serta berbibir tipis ini juga membalas tatapan Mijan. " Ya mau pulang ta kang. Sudah malam." Painah pura - pura meronta mau melepaskan gamitan tangan Mijan. Painah sudah sejak lama menaruh hati kepada Mijan. Begitu juga Mijan yang tahu kalau dirinya disukai Painah sebenarnya menyambut kehadiran Painah di hatinya. Ketika mereka pada saat - saat tertentu berdekatan, dirasakan oleh Mijan maupun oleh Painah ada getaran mesra di hati mereka masing. Ketika suatu saat mata mereka tertumbuk Painah hanya bisa tertunduk malu, dan Mijan tersenyum. Keduanya sebenarnya saling jatuh hati. Hanya saja belum memperoleh kesempatan untuk saling mengungkapkannya. Mijan berharap malam ini bisa berdekat - dekat dengan Painah. " Kita pindah duduk di sana ya, Nah ." Mijan menunjuk ke arah timur dan ujung jari telunjuknya menunjuk batu besar di bawah pohon beringin yang daunnya sangat rimbun. " Disana gelap kang. Sepi." jawab Painah namun tidak menolak ketika tangannya digandeng Mijan melangkah menuju tempat yang ditunjuk.
Rembulan yang semakin meninggi membuat tempat duduk Mijan dan Painah menjadi semakin gelap lantaran sinarnya terhalang rimbunnya daun pohon beringin. Painah yang telah berada di pelukan Mijan merasa hangat dan tentram. Jantungnya terus berdegup semakin kencang karena Mijan mulai mendekatkan bibirnya di bibirnya. Napas hangat Mijan sudah sangat dirasakan Painah di sekitar hudung dan bibirnya. Dan tidak ada perbuatan lain yang dilakukan Painah kecuali sedikit membuka bibirnya untuk menerima ciuman Mijan yang tadi telah mengungkapkan isi hatinya. Painah kemudian hanya bisa memejamkan matanya ketika bibirnya telah beradu dengan bibir Mijan. Dirasakannya hangat basah lembut bergerak penuh rasa cinta. Rasa hangat di bibir menjalar ke seluruh tubuh. Sampai - sampai Painah tidak menyadari kalau gunung kembarnya telah di remas tangan Mijan yang telah berhasil membuka kancing kain yang menututpi dadanya. Painah semakin pasrah seiring semakin nikmatnya rasa di tubuh. Ciuman Mijan berubah menjadi ciuman panas ketika tidak sengaja tangan Painah menyentuh senjata Mijan yang telah menggeliat berontah ingin keluar dari sarangnya. Painah yang tidak sengaja menyentuh senjata Mijanpun malah tidak menarik tangannya dari dekatnya dengan senjata Mijan. Painah malah tertarik untuk mengelusnya. Painah nekat mengelus. Mijan menjadi menggila. Ciumannya menjadi semakin liar. Remasan - remasanny di gunung kembar Painah tidak terkendali. Napas Mijan bagai napas banteng marah. Tangan Mijan pun semakin melorot ingin membalas Painah yang telah juga nekat meremas - remas senjatanya. Dan kain Painahpun segera kendor oleh tangan Mijan yang telah hilang kesabarannya. Mijan segera menemukan milik Painah. Mereka segera saling melenguh, mendesah, menggelinjang. Tidak lama kemudian mereka saling mengerang. Tangan Painah basah oleh cairan kental senjata Mijan, dan tangan Mijan kebanjiran air kenikmatan yang diesemburkan milik Painah.
Malam mulai menyelimuti Kademangan Sawang Argo. Rembulan yang muncul di ufuk timur berwarna merah. Pelataran Kademangan Sawang Argo ramai dengan celoteh anak - anak yang bermain petak umpet. Berlarian dan saling mengejar, saling bersembunyi di balik pohon - pohon besar di halaman kademangan. Di sudut halaman di bawah pohon beringin kurung duduk Mijan dikerumuni perawan - perawan kademangan. Para perawan asyik mendengarkan cerita Mijan dalam perjalanannya sampai bisa menemukan Daruni. " Trus Daruni mau pulang ke kademangan tidak ya, kang ?" Tanya Painah yang sedari tadi duduknya merapat ke Mijan. " Wah kalau soal itu aku tidak tahu, Nah. Ya sana tanya sendiri sama Daruni !" Jawaban Mijan ini mengundang tawa para perawan kecuali Painah yang malah jadi memberengut dan menyubit lengan Mijan. " Kasihan ya Daruni. Di rumah enak - enak harus melarikan diri jauh dari rumah." Sambung Giyuk yang gemuk dan berhidung pesek pipi tembem. " Ah ya enak lari, yuk ! Kalau tetap di kedemangan ya dibawa sama Raden Tumenggung yang berangsasan itu !" Warliyem menjawab tanpa diminta oleh Giyuk. " Kalau aku mau lho dibawa sama Raden Tumenggung itu, yem. Coba kalau Raden Tumenggung sudah lihat aku. Pasti aku dikejar pula." Kalimat ini oleh Giyuk diahkiri dengan tertawanya yang renyah. " Betul Yuk. Pasti raden Tumenggung akan sangat terpesona sama hidungmu yang mlesek dan pipimu yang tembem." Mendengar jawaban Mijan ini semua perawan tertawa renyah termasuk Giyuk. " Tidak hanya pipiku yang tembem lho kang Mijan. Punyaku juga tembem. Kalau Raden Tumenggung melihatnya pasti kemecer ingin .... " Kalimat Giyuk ini semakin meledakkan tawa para perawan. " Dasar kamu yuk ... yuk ... wong edan ... " Warliyem menyambung.
Rembulan semakin meninggi. Suara celoteh anak - anak telah hilang. Para perawanpun satu - satu meninggalkan Mijan. Ketika Painah juga akan meninggalkan Mijan, buru - buru Mijan menggamit tangan Painah. " Mau kemanah, Nah ?" Mijan menatap wajah Painah yang disinari rembulan. Painah yang berhdung kecil dan mancung serta berbibir tipis ini juga membalas tatapan Mijan. " Ya mau pulang ta kang. Sudah malam." Painah pura - pura meronta mau melepaskan gamitan tangan Mijan. Painah sudah sejak lama menaruh hati kepada Mijan. Begitu juga Mijan yang tahu kalau dirinya disukai Painah sebenarnya menyambut kehadiran Painah di hatinya. Ketika mereka pada saat - saat tertentu berdekatan, dirasakan oleh Mijan maupun oleh Painah ada getaran mesra di hati mereka masing. Ketika suatu saat mata mereka tertumbuk Painah hanya bisa tertunduk malu, dan Mijan tersenyum. Keduanya sebenarnya saling jatuh hati. Hanya saja belum memperoleh kesempatan untuk saling mengungkapkannya. Mijan berharap malam ini bisa berdekat - dekat dengan Painah. " Kita pindah duduk di sana ya, Nah ." Mijan menunjuk ke arah timur dan ujung jari telunjuknya menunjuk batu besar di bawah pohon beringin yang daunnya sangat rimbun. " Disana gelap kang. Sepi." jawab Painah namun tidak menolak ketika tangannya digandeng Mijan melangkah menuju tempat yang ditunjuk.
Rembulan yang semakin meninggi membuat tempat duduk Mijan dan Painah menjadi semakin gelap lantaran sinarnya terhalang rimbunnya daun pohon beringin. Painah yang telah berada di pelukan Mijan merasa hangat dan tentram. Jantungnya terus berdegup semakin kencang karena Mijan mulai mendekatkan bibirnya di bibirnya. Napas hangat Mijan sudah sangat dirasakan Painah di sekitar hudung dan bibirnya. Dan tidak ada perbuatan lain yang dilakukan Painah kecuali sedikit membuka bibirnya untuk menerima ciuman Mijan yang tadi telah mengungkapkan isi hatinya. Painah kemudian hanya bisa memejamkan matanya ketika bibirnya telah beradu dengan bibir Mijan. Dirasakannya hangat basah lembut bergerak penuh rasa cinta. Rasa hangat di bibir menjalar ke seluruh tubuh. Sampai - sampai Painah tidak menyadari kalau gunung kembarnya telah di remas tangan Mijan yang telah berhasil membuka kancing kain yang menututpi dadanya. Painah semakin pasrah seiring semakin nikmatnya rasa di tubuh. Ciuman Mijan berubah menjadi ciuman panas ketika tidak sengaja tangan Painah menyentuh senjata Mijan yang telah menggeliat berontah ingin keluar dari sarangnya. Painah yang tidak sengaja menyentuh senjata Mijanpun malah tidak menarik tangannya dari dekatnya dengan senjata Mijan. Painah malah tertarik untuk mengelusnya. Painah nekat mengelus. Mijan menjadi menggila. Ciumannya menjadi semakin liar. Remasan - remasanny di gunung kembar Painah tidak terkendali. Napas Mijan bagai napas banteng marah. Tangan Mijan pun semakin melorot ingin membalas Painah yang telah juga nekat meremas - remas senjatanya. Dan kain Painahpun segera kendor oleh tangan Mijan yang telah hilang kesabarannya. Mijan segera menemukan milik Painah. Mereka segera saling melenguh, mendesah, menggelinjang. Tidak lama kemudian mereka saling mengerang. Tangan Painah basah oleh cairan kental senjata Mijan, dan tangan Mijan kebanjiran air kenikmatan yang diesemburkan milik Painah.
masih ada kelanjutannya ................