Candra Mawa
edohaput
15
Bardan membawa Sekarsari ke Gunungpring. Dirinya tidak mungkin meninggalkan Sekasari sendirian. Di hari lain prajurit Kepatihan dan Suro Blasah pasti akan kembali ke tempat Diman ditemukan. Suro Blasah tidak mungkin tidak kembali untuk menemukan Sekarsari. Bardan harus membawa Sekarsari. Tujuan Bardan adalah akan menitipkan Sekarsari dan bayinya di tempat persembunyian Ki Surojoyo. Bardan percaya di dekat Ki Surojoyo Sekarsari dan bayinya akan terlindungi. Membawa Sekarsari ke Tambi untuk dititipkan di pondok mboknya terlalu jauh menempuh perjalanan. Sekarsari yang baru saja melahirkan tidak mungkin diajak berjalan sejauh itu. Ki Surojoyolah harapan satu - satunya yang bisa sementara melindungi Sekarsari dan bayinya.
Setelah melewati tempuran sungai Lamat dan sungai Blongkeng dan menghindari bertemunya dengan orang - orang, tengah hari Bardan sampai di pondok kecil Ki Surojoyo. Pondok kecil yang sangat sederhana. Pondok kecil yang berada di tengah - tengah rimbunya rumpun bambu. Hanya Bardan yang mengetahui pondok ini. Tidak biasanya Bardan datang mampir di pondok Ki Surojoyo ini pada siang bolong. Baru sekali ini dirinya datang ke pondok persembunyian Ki Surojoyo ketika matahari masih nampak. Jika saja tidak karena mengantar Sekarsari tidak mungkin Bardan mendatangi Ki Surojoyo pada siang hari. Bardan sangat tidak ingin tempat persembunyian Ki Surojoyo ini diketahui orang. Ki Surojoyo adalah orang yang sangat dicari para prajurit Belanda dan prajurit Kepatihan. Ki Surojoyo yang sudah sangat diketahui malang - melintangnya ketika perang Diponegoro terjadi, dan banyak menyedarai bahkan banyak menghabisi prajurit Belanda, prajurit Keraton Mataram, dan prajurit Kepatihan masih sangat dianggap sebagai ancaman. Bahkan penangkapan terhadap Ki Surojoyo dan Bardan pernah pula disayembarakan. Bagi siapa saja yang bisa menangkap hidup - hidup atau mati Ki Surojoyo dan Bardan akan mendapatkan penghargaan sekantung besar kepingan emas dari Kepatihan Mataram. Bardan tahu kalau sayembara ini telah tersebar ke seantero wilayah Keraton Mataram. Bardan juga tahu kalau sudah ada orang - orang yang terus menyoba menyari keberadaan Ki Surojoyo dan keberadaan dirinya. " Apa rencanamu selanjutnya Bardan ?" Ki Surojoyo sambil mengamati bayi di pangkuan Sekarsari lelap tertidur. Bardan tidak menjawab pertanyaan Ki Surojoyo dan pandangan matanya melirik ke Sekarsari yang duduk di dekatnya. " Sebaiknya kamu beristirahat di belakang Sari, kasihan bayimu. Itu masih ada singkong rebus. Makan saja untuk mengisi perutmu." Ki Surojoyo minta Sekarsari istirahat di rumah belakang yang segera tanpa diminta ulang Sekarsari bersama bayinya segera beranjak dan menyingkir dari Ki Surojoyo dan Bardan yang akan berbicara rahasia yang dirinya tidak boleh tahu. Sekarsari tahu diri. Ketika dirinya dilirik mata oleh Bardan, dan Bardan tidak segera menjawab pertanyaan Ki Surojoyo, Sekarsari tahu kalau dirinya tidak boleh mendengar apa yang akan dipercakapkan mereka. " Saya harus membebaskan Diman suami Sekarsari, Ki. Diman saat ini pasti ditawan di penjara Kepatihan." Bardan menjawab pertanyaan Ki Bardan dengan lirih agar Sekarsari tidak mendengarnya. " Aku percaya kamu bisa melakukannya, Bardan. Tetapi waspada dan hati - hati. Jangan menyedarai prajurit bahkan menghabisinya jika tidak sangat terpaksa, Bardan. Kita sekarang sudah tidak lagi berada di jaman peperangan." Ki Bardan menatap tajam mata Bardan. Bardan memaknai tatapan tajam Ki Surojoyo yang juga salah satu gurunya ini sebagai satu peringatan. Bardan ingat di tahun - tahun peperangan, jika saja tidak karena dicegah oleh gurunya ini dirinya pasti sudah lebih banyak menghabisi prajurit Belanda dan prajurit Kepatihan yang dijumpainya dan dihadapinya di peperangan. Pedangnya selalu mengayun dan menebas tanpa ampun. Siapa saja yang berada di hadapannya tidak perduli prajurit Kepatihan, tidak perduli prajurit Belanda selalu dengan mudah dicederainya. " Kapan Bardan kamu melaksanakannya, Bardan ?" Ki Surojoyo tetap menatap tajam mata Bardan. " Malam nanti Ki. Maka sebelum matahari miring, saya pamit. Restu Ki Suro saya minta." Bardan menunduk dan kemudian bersujud di hadapan Ki Surojoyo duduk.
Tanpa berpamitan dengan Sekarsari, Bardan segera meninggalkan Ki Surojoyo yang mengantarkan sampai di depan pintu pondok. Bardan segera lenyap dari pandangan Ki Surojoyo karena rimbunya rumpun bambu. Bardan segera menyebarang sungai blongkeng melompat ke tebing sungai dan segera menerabas hutan gunungsari. Setengah berlari dan bahkan kadang - kadang melompat dari tempat yang satu ke tempat yang lain, bahkan tidak jarang pula harus bergelayutan di dahan pohon supaya tubuhnya bisa terlempar jauh ke depan. Sebelum matahari di telan bumi Bardan harus sudah sampai di dekat Kepatihan.
Menunggu semakin larutnya malam Bardan bersembunyi di dahan pohon sawo di belakang benteng Kepatihan. Pohon sawo kecik yang sangat rimbun melindung Bardan dari mata orang. Dan memang tidak akan ada orang mengira akan ada orang bersembunyi disana. Mata Berdan terus mengawasi ke bawah. mengawasi benteng Kepatihan yang di setiap pintu masuk ada dua prajurit yang berjaga. Sisi belakang benteng Kepatihan Sepi. Di depan pintu kayu yang tertutup rapat berdiri dua prajurit Kepatihan. Pintu belakang benteng Kepatihan ini sudah sangat dihafali Bardan. Pintu ini menghubungkan dengan lorong yang berhubungan dengan penjara. Malam semakin merangkak jauh. Bardan melihat Giyem dengan obor kecil mendatangi dua prajurit penjaga. Mereka segera terlibat pembicaraan. Bardan tidak mendengar apa yang dibicarakan. Tetapi sebentar kemudian Giyem melangkah ke tempat yang jauh dari cahaya lampu dan diikuti dua prajurit penjaga pintu. Di bawah pohon beringin dan di atas batu ceper Giyem segera didudukan dan dipegangi oleh dua prajurit penjaga yang masing - masing tangannya segera sibuk di tubuh Giyem. Bardan sempat mendengar Giyem minta agar prajurit penjaga tidak tergesa. " Alon - alon saja kang. Pelan - pelan saja biar enak. Aku emoh kalau kakang - kakang kasar. Nah gitu kang yang halus. Aaaahh ... jangan kesitu dulu kang. Jangan langsung. Aku dipeluk dulu. Diciumi dulu. Yang lama ya kang. Biar aku marem." Kalimat dari Giyem ini masih sempat samar - samar di dengar Bardan. Bardan hanya bisa tersenyum geli. Dan matanya samar - samar menangkap pula dua prajurit penjaga yang mulai mengendorkan kain yang dikenakan Giyem. Satu prajurit segera menyiumi pipi dan bibir Giyem, satu prajurit yang lain memasukkan tangannya di balik kain yang menutupi dada Giyem dan sambil berusaha mengeluarkan tombaknya agar bisa dipegangi dan diremas - remas oleh tangan lembut Giyem. Prajurit yang menyiumi pipi dan bibir Giyem tangannya mulai merogoh menyelusup ke kain bawah. Bardan masih sempat pula melihat Giyem menggeliat dan terdengar desahnya. Bardan tidak mau berlama - lama melihat adegan ini. Bagai melayang tubuh Bardan meluncur ke bawah dari atas pohon sawo. Dan bagai kapas jatuh sama sekali tidak menimbulkan suara kaki Bardan menginjak tanah. Ringan Bardan melompat ke pintu yang tadi dijaga dua prajurit. Setelah melawati lorong gelap yang hanya diterangi lampu - lampu minyak yang menyala kecil, dengan mudah Bardan menemukan Diman yang berada di dalam sel dengan jeruji kayu. Ciri - ciri Diman yang disebutkan Sekarsari memudahkan Bardan mengenali Diman. Setelah dengan mudah dan tanpa banyak menimbulkan suara gaduh Bardan bisa dengan mudah mematahkan jeriji sel, segera membangunkan Diman yang terlelap tidur. " Sekarsari isterimu dan anakmu sudah aman, sekarang ayo kita keluar !" Bisik Bardan di telinga Diman. Diman yang sempat kaget, bingung dan ragu segera tersadar dan segera mengikuti langkah Bardan dengan hati - hati. Sampai di depan pintu beteng Bardan sempat melihat dua prajurit yang sedang bersama Giyem. Satu prajurit menindih Giyem yang mengangkang dan satu prajurit lagi sedang berdiri sambil memegangi tombaknya yang segera akan mendapat giliran menancap di milik Giyem. Bardan tersenyum geli. Dan senyuman Bardan ini tidak terlihat oleh mata Diman yang memandangi ke segala arah tanda bingung. Bardan segera menggandeng tangan Diman dan segera meninggalkan tempat dengan langkah yang setengah berlari. Setelah cukup jauh melangkah Bardan berhenti dan menghampiri sebuah rumah. Menyelipkan kantong hitam kecil yang berisi beberapa kepingan perak dan emas. Dan kantong ini nanti akan diambil Giyem setelah selesai dengan dua prajurit penjaga.
masih ada kelanjutannya ..................
Gue suka karakter giyem. Tapi deskripsi yg hot nya kurang asyik. Biar lebih.puas.hehe
BalasHapus