Candra Mawa
edohaput
5
Rembulan meninggi. Seluruh permukaan gumuk menjadi terang. Bardan membelah kelapa muda yang dimakan lahap oleh perawan yang nampak kelaparan sehabis pingsan. Bardan menunggu selesainya perawan yang sedang menikmati kelapa muda yang tadi memang sengaja dibelahnya untuk diberikan. Bardan hanya bisa melihat dengan penuh iba. Perawan di hadapannya tampak sangat kelaparan. Saking asyiknya makan tubuhnya yang hanya terbalut kain yang disana - sini mengendor tidak terperhatikan. Sehingga Bardan menjadi bisa melihat paha perawan cantik ini terbuka leluasa. Kain di dadanya basah oleh air kelapa. Kain yang terkenakan dengan tidak semestinya membuat dadanya terbuka hampir seluruhnya. Melihat ini Bardan hanya bisa menelan ludah. Bardan menunggu selesainya perawan ini makan. Bardan akan menanyainya. Bardan tidak sabar ingin tahu siapa perawan belia cantik ini. Sambil menikmati kelapa muda yang lembut di mulut perawan ini sesekali menatap Bardan yang terus tidak berkedip mengawasi. Bardan menjadi kelabakan malu ketika ketahuan matanya sedang memandangi dada dan paha terbuka berganti - ganti. Tetapi ketika mata perawan kembali asyik di beberapa kelapa muda yang dibelahnya, mata Bardan tidak menyia - nyiakan pemandangan indah yang sangat jarang ditemuinya. Selama ini mata Bardan hanya akrab dengan berkelebatnya pedang yang terayun di peperangan, prajurit - prajurit lawan maupun kawan yang terkapar berlumur darah, wajah - wajah garang dipenuhi kebencian, dan berbagai peristiwa yang terjadi dalam peperangan. Bardan melupakan kalau di dunia ini ada wanita. Hidupnya hanya terisi oleh kebencian terhadap lawan. Yang ada di dalam pikirannya hanya ingin segera menghabisi sebanyak - banyaknya musuh. Matanya tidak pernah singgah pada keindahan - keindahan yang ada di sekelilingnya. Sejak menjadi prajurit Mataram yang kemudian membelot menjadi pengikut Pangeran Diponegoro Bardan tidak lagi mempedulikan sekeliling. Apalagi wanita. Setiap kali berpapasan atau bertemu dengan wanita tidak sedikitpun di pikirannya terlintas indahnya wanita. Bahkan matanyapun sangat segan melirik atau melihat wanita. Tiba - tiba kini matanya melihat sesuatu yang begitu menarik perhatiannya. Tiba - tiba pula tanpa disadarinya kelelakiannya begitu tergoda.
Perawan menghakiri makan malamnya dengan mengangkat kelapa yang telah diberi lubang oleh Bardan. Perawan minum langsung dari lubang yang dibuat Bardan. Air kelapa tumpah - tumpah membasahi dadanya. Bardan hanya bisa mengawasi dengan pikiran heran terhadap yang dilakukan perawan ini. " Terima kasih ya, kang. Aku jadi kenyang. Sudah dua hari ini perutku tidak terisi apa - apa. Aku sangat kelaparan kang. Sejak kemarin aku hanya minum air kali. Aku sangat capai dan sangat kelaparan. Aku tadi pasti pingsan. Dan aku sangat percaya pasti kakang yang menolong aku. Dan aku juga sangat percaya kalau kakang adalah orang baik. Setelah aku siuman tadi aku raba milikku ternyata tidak terjadi apa - apa. Aku juga raba dadaku tidak terjadi apa - apa. Malah kakang menyelimuti aku dengan kain kakang. Itu buktinya kalau kakang tidak memperdaya aku. Jadi kakang ini pasti orang baik." Perawan meletakkan kelapa di pangkuannya. Bardan melongo karena terkejut. Bardan tidak mengira kalau perawan ini tiba - tiba akan nerocos bicara seolah lawan bicaranya sudah dikenalnya. " Kang namaku Daruni. Aku satu - satunya anak Ki Demang Sawang Argo. Aku lari dari rumah, kang ." Bardan kaget lagi. Dan memperbaiki posisi duduknya sambil memasang telinganya ingin mendengar lebih jauh cerita perawan Daruni ini. Jantung Bardan berdesir ketika mendengar nama Ki Demang Sawang Argo disebut. Bardan sudah pernah mendengar nama ki demang ini. Ki demang yang terkenal setia kepada Patih danureja. Ki demang Sawang Argo yang sangat membantu kegiatan prajurit Belanda dan prajurit Mataram yang selalu menguber Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya. Keterkejutannya ini membuat mulutnya malah terkunci. " Aku lari dari rumah karena aku dibujuk - bujuk Tumenggung Suro Blasah yang akan membawaku ke Kepatihan. Dan aku akan dijadikan nyai di tangsi Belanda. Dan kalau aku menurut, pasti aku akan diminta melayani kebejatan Tumenggung Suro Blasah. Aku tidak mau tubuhku ini dijadikan gula - gula mereka, kang." Daruni berhenti berbicara karena mulutnya tiba - tiba bergetar dan air matanya mengalir. Ada rasa iba tiba - tiba merasuki perasaan Bardan. Dan rasa ibanya tiba - tiba tertindih perasaan marah karena ternyata Tumenggung Suro Blasahlah yang akan memperdaya Daruni. Tumenggung Suro Blasah sangat tidak asing ditelinga Bardan. Tumenggung begundal setianya Patih Danureja. Begundalnya Belanda yang selalu mengejar - ngejar sisa - sisa laskar Pangeran Diponegoro. Tidak luput dirinya juga menjadi incarannya. Tidak terasa gigi - gigi Bardan gemeretak tanda marah. " Kang tolong kang. Selamatkan aku. Aku tidak tahu siapa kakang, tetapi aku percaya kakang bisa menyelamatkan aku." Bardan menatap Daruni yang tiba - tiba wajahnya memelas. " Kang, kakang ini siapa ta, kang ? Mengapa kakang ada disini dan menemukan aku ?" Bardan terdiam. Bardan ragu akan menyebut nama. Bardan tidak menjawab. Matanya menoleh ke atas memandangi rembulan yang bergerak semakin meninggi. Pikiran Bardan melayang ke perbuatan - perbuatan Tumenggung Suro Blasah yang dengan paksa membawa perawan - perawan desa untuk dibawa ke Kepatihan dan selanjutnya dibawa ke Tangsi Belanda untuk dijadikan jongos dan bedinde. Jika ada yang menghalangi tidak segan - segan Tumenggung Suro Blasah menuduhnya sebagai laskar Pangeran Diponegoro dan menyiksanya. Tidak jarang yang dibawa ke tangsi untuk dipenjarakan dan menerima siksaan. Perbuatan jahat Tumenggung Suro Blasah semakin nekat karena tidak ada yang berani melawan secara terang - terangan. Sosok Tumenggung Suro Blasah menjadi sosok yang sangat menakutkan bagi rakyat Mataram. Bardan ingat satu hari di peperangan dirinya pernah berhadapan dengan Tumenggung Suro Blasah. Pertarungan satu lawan satu hampir saja dimenangkan Bardan. Mata Pedang Bardan yang sudah di leher Tumenggung Suro Blasah yang telah berhasil ditelikungnya urung ditebaskan di leher Suro Blasah karen tiba - tiba puluhan prajurit Belanda datang dan meletuskan bedil - bedil yang mimisnya berdesingan di telinganya. Bardan terpaksa harus lari meninggalkan peperangan bersama dengan laskar yang lainnya. " Kakang ini gagah, tampan, nampak sangat perkasa. Pasti kakang ini bukan orang sembarangan. Sapa ta kang, kakang ini ?" Kalimat dari Daruni ini mengahkiri pikiran melayangnya Bardan. " Namaku Bardan, Ni. Cukup itu saja yang boleh kamu tahu. Yang lain - lain kamu akan tahu nanti." Bardan menyebut namanya dan minta kepada Daruni agar tidak bertanya yang lain - lain. " Kang aku mulai kedinginan. Kakang duduk sini kang dekat aku. Aku ingin menempel di punggung kakang. Biar aku anget, kang." Tangan Daruni menggapai - gapai ke tubuh Bardan yang duduk agak jauh dari Daruni. " Kasihani aku kang. Aku kedinginan. Sini kang. Aku mau menempel di punggung kang Bardan." Daruni merengek manja. Bardan Belum pernah mendengar rengekan perawan. Bardan hampir - hampir tidak mengenal kemanjaan perawan. Bardan hanya merasa iba terhadap Daruni. Bardan bangkit dari duduknya merangkak mendekati duduknya Daruni. Tanpa pakai adap - adap setelah tubuh Bardan dekat. Daruni segera memeluknya erat. Daruni segera menyelusup di dada bidang Bardan. Tanpa malu - malu Daruni segera menempatkan pantatnya di pangkuan Bardan dan kepalanya diletakkan di dada Bardan. Daruni menempelkan dadanya di dada Bardan. Bardan merasakan sesuatu yang hangat kenyal menekan dadanya. Tak urung tangan Bardan ahkirnya memeluk tubuh Daruni. Dipeluk Bardan Daruni menjadi semakin menekankan tubuhnya di tubuh Bardan. Tangan Bardan yang memeluk tubuh Daruni sempat menyentuh dada Daruni. Bardan terkejut dada Daruni terasa begitu kencang. Yang dadanya tersenggol tangan malah membusungkan dadanya sehingga tangan Bardan semakin dapat menekannya. Pantat Daruni yang ada di pangkuan Bardan marasakan ada sesuatu yang menggeliat mengeras menekan pantatnya. Daruni tahu kalau itu adalah milik Bardan yang dihimpit pantatnya. Tiba - tiba Daruni jadi nakal. Pantatnya sedikit digerak - gerakkan. Bardan bingung. Bardan merasakan sesuatu yang belum pernah dirasakan. Menjadikan Bardan semakin erat memeluk Daruni dan tangannya semakin berani menyentuh - nyentuh dada Daruni. Karena hangatnya tubuh Bardan. Karena perutnya yang kenyang dan karena kelelahannya, sebentar kemudian napas Daruni mulai teratur. Daruni terlena di pangkuan Bardan. Tangan Bardan telah menyelusup di balik kain yang menutupi dada Daruni. Punggung Bardan yang tersandar di pohon kemudian santai sambil menikmati miliknya yang ditindih pantat Daruni.
masih ada kelanjutannnya ......................