Minggu, 28 Juli 2013

Candra Mawa

                                                                                            edohaput

5

Rembulan meninggi. Seluruh permukaan gumuk menjadi terang. Bardan membelah kelapa muda yang dimakan lahap oleh perawan yang nampak kelaparan sehabis pingsan. Bardan menunggu selesainya  perawan yang sedang menikmati kelapa muda yang tadi memang sengaja dibelahnya untuk diberikan. Bardan hanya bisa melihat dengan penuh iba. Perawan di hadapannya tampak sangat kelaparan. Saking asyiknya makan tubuhnya yang hanya terbalut kain yang disana - sini mengendor tidak terperhatikan. Sehingga Bardan menjadi bisa melihat paha perawan cantik ini terbuka leluasa. Kain di dadanya basah oleh air kelapa. Kain yang terkenakan dengan tidak semestinya membuat dadanya terbuka hampir seluruhnya. Melihat ini Bardan hanya  bisa menelan ludah. Bardan menunggu selesainya perawan ini makan. Bardan akan menanyainya. Bardan tidak sabar ingin tahu siapa perawan belia cantik ini. Sambil menikmati kelapa muda yang lembut di mulut perawan ini sesekali menatap Bardan yang terus tidak berkedip mengawasi. Bardan menjadi kelabakan malu ketika ketahuan matanya sedang memandangi dada dan paha terbuka berganti - ganti. Tetapi ketika mata perawan kembali asyik di beberapa kelapa muda yang dibelahnya, mata Bardan tidak menyia - nyiakan pemandangan indah yang sangat jarang ditemuinya. Selama ini mata Bardan hanya akrab dengan berkelebatnya pedang yang terayun di peperangan, prajurit - prajurit lawan maupun kawan yang terkapar berlumur darah, wajah - wajah garang dipenuhi kebencian, dan berbagai peristiwa yang terjadi dalam peperangan. Bardan melupakan kalau di dunia ini ada wanita. Hidupnya hanya terisi oleh kebencian terhadap lawan. Yang ada di dalam pikirannya hanya ingin segera menghabisi sebanyak - banyaknya musuh. Matanya tidak pernah singgah pada keindahan - keindahan yang ada di sekelilingnya. Sejak menjadi prajurit Mataram yang kemudian membelot menjadi pengikut Pangeran Diponegoro Bardan tidak lagi mempedulikan sekeliling. Apalagi wanita. Setiap kali berpapasan atau bertemu dengan wanita tidak sedikitpun di pikirannya terlintas indahnya wanita. Bahkan matanyapun sangat segan melirik atau melihat wanita.  Tiba - tiba kini matanya melihat sesuatu yang begitu menarik perhatiannya. Tiba - tiba pula tanpa disadarinya kelelakiannya begitu tergoda. 
Perawan menghakiri makan malamnya dengan mengangkat kelapa yang telah diberi lubang oleh Bardan. Perawan minum langsung dari lubang yang dibuat Bardan. Air kelapa tumpah - tumpah membasahi dadanya. Bardan hanya bisa mengawasi dengan pikiran heran terhadap yang dilakukan perawan ini. " Terima kasih ya, kang. Aku jadi kenyang. Sudah dua hari ini perutku tidak terisi apa - apa. Aku sangat kelaparan kang. Sejak kemarin aku hanya minum air kali. Aku sangat capai dan sangat kelaparan. Aku tadi pasti pingsan. Dan aku sangat percaya pasti kakang yang menolong aku. Dan aku juga sangat percaya kalau kakang adalah orang baik. Setelah aku siuman tadi aku raba milikku ternyata tidak terjadi apa - apa. Aku juga raba dadaku tidak terjadi apa - apa. Malah kakang menyelimuti aku dengan kain kakang. Itu buktinya kalau kakang tidak memperdaya aku. Jadi kakang ini pasti orang baik." Perawan meletakkan kelapa di pangkuannya. Bardan melongo karena terkejut. Bardan tidak mengira kalau perawan ini tiba - tiba akan nerocos bicara seolah lawan bicaranya sudah dikenalnya. " Kang namaku Daruni. Aku satu - satunya anak Ki Demang Sawang Argo. Aku lari dari rumah, kang ." Bardan kaget lagi. Dan memperbaiki posisi duduknya sambil memasang telinganya ingin mendengar lebih jauh cerita perawan Daruni ini. Jantung Bardan berdesir ketika mendengar nama Ki Demang Sawang Argo disebut. Bardan sudah pernah mendengar nama ki demang ini. Ki demang yang terkenal setia kepada Patih danureja. Ki demang Sawang Argo yang sangat membantu kegiatan prajurit Belanda dan prajurit Mataram yang selalu menguber Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya. Keterkejutannya ini membuat mulutnya malah terkunci. " Aku lari dari rumah karena aku dibujuk - bujuk Tumenggung Suro Blasah yang akan membawaku ke Kepatihan. Dan aku akan dijadikan nyai di tangsi Belanda. Dan kalau aku menurut, pasti aku akan diminta melayani kebejatan Tumenggung Suro Blasah. Aku tidak mau tubuhku ini dijadikan gula - gula mereka, kang." Daruni berhenti berbicara karena mulutnya tiba - tiba bergetar dan air matanya mengalir. Ada rasa iba tiba - tiba merasuki perasaan Bardan. Dan rasa ibanya tiba - tiba tertindih perasaan marah karena ternyata Tumenggung Suro Blasahlah yang akan memperdaya Daruni. Tumenggung Suro Blasah sangat tidak asing ditelinga Bardan. Tumenggung begundal setianya Patih Danureja. Begundalnya Belanda yang selalu mengejar - ngejar sisa - sisa laskar Pangeran Diponegoro. Tidak luput dirinya juga menjadi incarannya. Tidak terasa gigi - gigi Bardan gemeretak tanda marah. " Kang tolong kang. Selamatkan aku. Aku tidak tahu siapa kakang, tetapi aku percaya kakang bisa menyelamatkan aku." Bardan menatap Daruni yang tiba - tiba wajahnya memelas. " Kang, kakang ini siapa ta, kang ? Mengapa kakang ada disini dan menemukan aku ?" Bardan terdiam. Bardan ragu akan menyebut nama. Bardan tidak menjawab. Matanya menoleh ke atas memandangi rembulan yang bergerak semakin meninggi. Pikiran Bardan melayang ke perbuatan - perbuatan Tumenggung Suro Blasah yang dengan paksa membawa perawan - perawan desa untuk dibawa ke Kepatihan dan selanjutnya dibawa ke Tangsi Belanda untuk dijadikan jongos dan bedinde. Jika ada yang menghalangi tidak segan - segan Tumenggung Suro Blasah menuduhnya sebagai laskar Pangeran Diponegoro dan menyiksanya. Tidak jarang yang dibawa ke tangsi untuk dipenjarakan dan menerima siksaan.  Perbuatan jahat Tumenggung Suro Blasah semakin nekat karena tidak ada yang berani melawan secara terang - terangan. Sosok Tumenggung Suro Blasah menjadi sosok yang sangat menakutkan bagi rakyat Mataram. Bardan ingat satu hari di peperangan dirinya pernah berhadapan dengan Tumenggung Suro Blasah. Pertarungan satu lawan satu hampir saja dimenangkan Bardan. Mata Pedang Bardan yang sudah di leher Tumenggung Suro Blasah yang telah berhasil ditelikungnya urung ditebaskan di leher Suro Blasah karen tiba - tiba puluhan prajurit Belanda datang dan meletuskan bedil - bedil yang mimisnya berdesingan di telinganya. Bardan terpaksa harus lari meninggalkan peperangan bersama dengan laskar yang lainnya. " Kakang ini gagah, tampan, nampak sangat perkasa. Pasti kakang ini bukan orang sembarangan. Sapa ta kang, kakang ini ?" Kalimat dari Daruni ini mengahkiri pikiran melayangnya Bardan. " Namaku Bardan, Ni. Cukup itu saja yang boleh kamu tahu. Yang lain - lain kamu akan tahu nanti." Bardan menyebut namanya dan minta kepada Daruni agar tidak bertanya yang lain - lain. " Kang aku mulai kedinginan. Kakang duduk sini kang dekat aku. Aku ingin menempel di punggung kakang. Biar aku anget, kang." Tangan Daruni menggapai - gapai ke tubuh Bardan yang duduk agak jauh dari Daruni. " Kasihani aku kang. Aku kedinginan. Sini kang. Aku mau menempel di punggung kang Bardan." Daruni merengek manja. Bardan Belum pernah mendengar rengekan perawan. Bardan hampir - hampir tidak mengenal kemanjaan perawan. Bardan hanya merasa iba terhadap Daruni. Bardan bangkit dari duduknya merangkak mendekati duduknya Daruni. Tanpa pakai adap - adap setelah tubuh Bardan dekat. Daruni segera memeluknya erat. Daruni segera menyelusup di dada bidang Bardan. Tanpa malu - malu Daruni segera menempatkan pantatnya di pangkuan Bardan dan kepalanya diletakkan di dada Bardan. Daruni menempelkan dadanya di dada Bardan. Bardan merasakan sesuatu yang hangat kenyal menekan dadanya. Tak urung tangan Bardan ahkirnya memeluk tubuh Daruni. Dipeluk Bardan Daruni menjadi semakin menekankan tubuhnya di tubuh Bardan. Tangan Bardan yang memeluk tubuh Daruni sempat menyentuh dada Daruni. Bardan terkejut dada Daruni terasa begitu kencang. Yang dadanya tersenggol tangan malah membusungkan dadanya sehingga tangan Bardan semakin dapat menekannya. Pantat Daruni yang ada di pangkuan Bardan marasakan ada sesuatu yang menggeliat mengeras menekan pantatnya. Daruni tahu kalau itu adalah milik Bardan yang dihimpit pantatnya. Tiba - tiba Daruni jadi nakal. Pantatnya sedikit digerak - gerakkan. Bardan bingung. Bardan merasakan sesuatu yang belum pernah dirasakan. Menjadikan Bardan semakin erat memeluk Daruni dan tangannya semakin berani menyentuh - nyentuh dada Daruni. Karena hangatnya tubuh Bardan. Karena perutnya yang kenyang dan karena kelelahannya, sebentar kemudian napas Daruni mulai teratur. Daruni terlena di pangkuan Bardan. Tangan Bardan telah menyelusup di balik kain yang menutupi dada Daruni. Punggung Bardan yang tersandar di pohon kemudian santai sambil menikmati miliknya yang ditindih pantat Daruni. 

masih ada kelanjutannnya ......................


Kamis, 18 Juli 2013

Candra Mawa 

                                                                                     edohaput

                                                                                   4

Langkah Bardan semakin mendekati desa Tambi. Bardan melompat ke atas tebing gumuk. Padangan bisa langsung ke arah desa tambi tanpa terhalang pepohonan. Bardan bisa melihat satu - satunya rumah kokoh yang berdiri di atas gumuk. Jauh dan agak berada di sisi bawah dari rumah kokoh ini terdapat rumah - rumah warga Tambi. Walaupun dari kejauhan Bardan bisa melihat keasrian rumah kokoh ini. Di depan rumah terdapat pendapa yang di kelilingi taman. Jarak beberapa langkah dari pendapa dan dihubungkan dengan payon terdapat rumah induk yang besar. Rumah dengan dinding gedhek - gedhek bambu beratap genting tanah liat. Di belakang rumah induk dihubungkan dengan payon juga ada rumah dapur yang besar. Di belakang rumah dapur terhampar kebun seluas mata memandang. Kebun dengan penuh tanaman rempah dan berbagai tanaman obat. Kebelakang dari kebun dan selebihnya adalah lereng - lereng bukit yang penuh dengan pohon - pohon besar yang membuat desa tambi sangat indah dipandang dari kejauhan. Di rumah inilah Bardan dilahirkan dan dibesarkan oleh Nyi Tambi. 
Nyi Tambi yang termashur di seantero Kadipaten Wonosobo sebagai peracik jamu dan pembuat obat - obatan menjadikan Bardan yang tumbuh perkasa dengan postur tubuh gagah, kokoh dan kuat dikenal orang. Satu hari datang berobat seorang punggawa Keraton Mataram dan menawari Bardan untuk mengabdi sebagai prajurit keraton. sejak saat itulah bardan menjadi prajurit keraton Mataram. Belum lama Bardan tergabung dalam prajurit Patang Puluhan pecah perang Pangeran Diponegoro. Perang Diponegoro diawali adanya sengketa yang dibuat oleh pemerintah Belanda yang akan membangun rel kereta api melewati makan leluhur Pangeran Diponegoro. Kehendak Belanda ini didukung oleh pihak keraton, terutama oleh Ki Patih Danureja yang sangat bersekongkol dengan Belanda. Sengketa tidak bisa diredam ahkirnya timbul perang. Pangeran Diponegoro dengan para pengikutnya terus dan terus mengadakan perlawanan. Perlawanan ini diawali dengan mencabuti patok - patok yang jalan yang berada di makam leluhur Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro menjadi buruan Belanda dan prajurit Mataram yang dimpin Ki Patih Danureja. Pangeran Diponegoro pergi dari Dalem Kepangeranan diikuti para prajuritnya berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat lain yang jauh dari jangkauan prajurit Belanda dan prajurit keraton Mataram dan terus melakukan gerilya perlawanan. Bardan yang memang dari sejak semula mengabdi sebagai prajurit keraton tidak suka dengan kebijakan - kebijakan pemerinta Belanda yang menyengsarakan rakyat, membelot dan menjadi pengikut Pangeran Diponegoro. Bardan direkrut oleh Pangeran Diponegoro menjadi prajurit telik sandi. Prajurit yang bertugas menyamar sebagai petani untuk mengetahui kapan dan dimana pasukan belanda dan pusakan keraton sedang lengah. Perangpun terus berkobar. Kerugian demi kerugian terus diderita Belanda dan Kraton. 
Bardan hanya bisa menatap rumah kokoh, asri dan yang selalu dirindukannya. Rumah dimana mboknya dan bapaknya berada di dalamnya bersama para cantrik perjaka - perjaka dan perawan - perawan desa yang membantu meracik jamu dan obat. Rumah yang selalu banyak dikunjungi orang untuk mendapatkan kesembuhan dari sakit. Rumah yang sangat menenteramkan kalbunya. Kini menjadi rumah yang hanya bisa ditatapnya dari kejauhan. Bardan sangat tahu dirinya yang sekarang menjadi buron pasukan Belanda dan prajurit keraton yang pasti juga akan selalu menyambangi rumahnya. Bardan belum berani mendekati rumahnya. Bardan takut kepulangannya justru akan menyulitkan mboknya dan bapaknya. Bardan sangat percaya kalau pasukan keraton mataram dan pasukan belanda pasti akan mengubernya sampai ke desa Tambi. Bardan sangat tahu pula terhadap dirinya yang telah sangat banyak merugikan tangsi Belanda tidak akan begitu saja dilupakan oleh para pasukan Belandan dan prajurit keraton. Selepas Pangeran Diponegoro dapat diperdaya dengan cara ditipu diajak berunding kemudian ditangkap yang mengahkiri perlawanan beliau, banyak prajurit Pangeran Diponegoro yang ditangkapi dan dipenjarakan. Banyak pula yang menyerahkan diri. Tetapi tidak sedikit pula yang tercerai berai lari menjauh dari kawasan Mataram. Salah satunya adalah Bardan. 
Hari menjelang sore. Perut Bardan yang telah dikenyangkan dengan daging kelapa muda membuat dirinya ingin turun ke kali di bawah gumuk. Kali dengan air yang bening dan ditinggali ikan - ikan  yang hidup tidak terganggu. Bardan ingin menyegarkan tubuhnya. Langkahnya menuruni tebang tiba - tiba terhenti. Bardan terkesiap. Jantung berdetak keras dan kakinya gemetar. Matanya menatap tubuh seorang perawan tersandar di batu besar miring  dengan kain yang menutupi tubuhnya disana - sini terobek - sobek. Bardan menatap tubuh lunglai di pinggir kali. Siapa gerangan orang ini. Mengapa sampai berada disini. Ditempat yang tidak mungkin dikunjungi orang selain dirinya saat ini. Setelah sedikit reda terkejutnya Bardan terus menuruni tebing dan mendekatinya. Mengapa ada perawan secantik ini berada disini. Bardan jongkok di samping perawan pingsan dan terus mengamati. Cantik. berkulit bersih. Disana - sini kainnya sobek. Bardan bisa melihat kain yang menutupi dadanya tidak terpasang sempurna, sehingga Bardan bisa dengan sangat jelas melihat dada perawan cantik ini yang tegak berdiri menggunung di balik kainnya yang sobek. Kain yang membalut bagian bawahnya juga sobek - sobek di bagian paha. Mata Bardan menjadi bisa melihat sebagian kaki sampai ke paha perawan pingsan ini. Kaki yang panjang, bersih, putih dan nampak terawat dan disana - sini berlepotan lumpur. Bardan bisa mengira - ira tubuh perawan yang tegolek di hadapannya ini belum genap berusia lima belas tahun. Wajah cantiknya sedang menyiratkan adanya ketakutan dan ketegangan. Matanya tertutup rapat. Bibirnya yang tipis sedikit menganga, menampakkan sebagian giginya yang tersusun rapi. Rambut hitamnya terurai menjuntai menutupi bahu kirinya. Bardan terkesima. Bardan menyoba memegang pundaknya. Sedikit dipijitnya. Tidak ada reaksi. Hanya dadanya saja yang terus terlihat membusung - busung menandakan perawan ini masih bernapas. Apa yang harus dilakukan. Bardan sejenak bingung. Kebingungannya hanya berlangsung sesaat. Bardan segera melompat kembali ke atas gumuk. Papasnya dengan pedangnya beberapa pelepah daun kelapa. Ditatanya di atas rerumputan. Kembali menuruni tebing dan mengangkat tubuh perawan pingsan dibawa ke atas gumuk dan ditidurkan telentang di atas pelepah daun kelapa yang sudah ditata. Sambil terengah Bardan mengawasi perawan yang tergolek di hadapannya. Ini pasti bukan perawan kebanyakan. Parasnya cantik bersih. Walaupun kainnya disana - sini robek - sobek tetapi bukan kain yang dimiliki orang kebanyakan. Lalu siapa gerangan perawan molek ini. Mata Barda mengawasi mulai dari wajahnya, dadanya yang indah, perutnya yang rata nampak kempis, kakinya yang panjang dan hanya tertutup sampai di atas lutut karena kainnya sobek. Bardan menelan ludah. Kelelakiannya tergoda. Tubuh indah perawan berparas cantik tersedia di hadapannya. Ditempat yang tidak mungkin diketahui orang. Hari semakin sore matahari sudah mengglewang ke barat, dan sinarnya sudah mulai tertutup pepohonan. Bardan segera melepas kain jarit yang ditalikan di pinggangnya. Dipandanginya tubuh molek yang tergolek lemas di atas kasur pelepah daun kelapa. Tubuh perawan yang sangat indah. Tonjolan di dadanya sangat kentara. Kain di bagian dadanya yang sobek dan tidak terpasang tidak pada tempatnya menyebabkan sebagian gundukan dadanya yang putih, menggoda mata Bardan. Ingin rasanya Bardan membuka kain yang menutupi dadanya. Dan ingin juga Bardan mengelus dada yang begitu indah menggiurkan. Bardan melepas ikat kepalanya yang menutupi kepalanya. Bardan berjongkok di samping tubuh molek yang dadanya sebentar membusung sebentar mengempis seirama napasnya yang tidak teratur. Diselimutkan kainnya di atas tubuh perawan pingsan, dan dipakaikannya ikat kepala di kepala perawan yang tergolek menggoda di hadapannya. Kemudian Bardan menutupkan pelepah daun kelapa di atas tubuh perawan yang telah sempat membuat kelelakiannya tergugah. Bardan ingin tubuh perawan yang ditemukannya ini hangat dan kemudian akan siuman. Jika tidak segera siuman, nanti Bardan akan mengguyurkan air kelapa muda di wajah perawan yang belum diketahui asal - usulnya ini. 
Matahari telah hilang di balik rindangan pepohonan. Gelap berangsur menyelimuti gumuk dimana Bardan berada. Rembulan bulat merah muncul dari balik pepohonan. memancarkan cahaya terang. Bardan yang duduk agak jauh sambil terus mengawasi jangan - jangan perawan molek ini sudah siuman.
Rembulan terus meninggi dan memancarkan sinar semakin terang. Perawan molek terlentang di atas kasur pelepah daun kelapa terbatuk - batuk. mengaduh dan kemudian menangis tersedu.

masih ada kelanjutannya .........................


 
Candra Mawa 

                                                                                         edohaput


3

Matahari baru saja muncul dari balik penggungan kidul. Tumenggung Suro Blasah beserta kelima begundalnya memacu kuda - kudanya meninggalkan pantai Glagah. Debu pasir musim kemarau tertinggal dibelakang lari kencang kuda - kuda. Melawati jalan berumput kering dan bulak - bulak panjang yang di  sisi kiri - kanan jalan adalah persawahan subur dengan tanaman padi. Berpacunya kuda juga melewati jalan - jalan yang membelah kebun tebu. Kebun tebu, yang merupakan tanaman anjuran Belanda untuk mencukupi kebutuhan bahan pabrik Gula Madu Kismo di sebelah sisi timur Krato Mataram. Hamparan kebun tebu yang luas di sepanjang jalan merupakan pemadangan yang menakutkan karena tingginya tanaman tebu menghalangi pemandangan untuk jauh bisa memandang. Pemerintah kolonial Belanda mewajibkan petani di daerah sekitar Kulon Progo, terutama di wilayah pesisir pantai selatan untuk menanam tebu. Tebu digiling dan dijadikan gula pasir untuk di angkut ke kerajaan Belanda. Petani tebu tidak merasakan adanya keuntungan dengan tanaman tebu yang mereka tanam. Petani tebu menjadi semakin sengsara. Kehidupan menjadi miskin dan banyak terjadi kekurangan bahan makan yang berupa beras dan jagung. Tebu dibeli dengan harga murah. Yang tidak sepadan dengan jerih payah memelihara tanaman tebu.
Menjelang tengah hari Tumenggung Suro Blasah dan para begundalnya telah memasuki wilayah Borobudur. Di dekat Candi Borobudur di bawah pohon beringin besar yang disitu ada kedai, Tumenggung Suro Blasah dan para begundalnya aso untuk makan minum dan istirahat. Lahab para begundal Tumenggung Suro Blasah mengunyah geblek dan menenggak badhek. Badhek sejenis minuma yang diambil dari air bungan kelapa. Manis dan wangi. Badhek bisa dibuat menjadi tuak yang memabukkan. Tumenggung Suro Blasah tidak menyia - nyiakan istirahatnya. Bercangkir - cangkir bumbung ditenggaknya tuak yang menyebabkan badan menjadi hangat. Tuak badhek dikenal orang untuk meningkatkan kekuatan birahi lelaki. Tumenggung Suro Blasah tidak pernah melewatkan menenggak tuak badhek banyak - banyak jika lewat kawasan Candi Borobudur. Suro Blasah menjadi sangat sering singgah di kedai ini karena mendapat tugas dari patih Danureja untuk mengunjungi Demang Sawang Argo yang memiliki perawan cantik. 
Patih Danureja banyak menyebar prajurit telik sandi ke seluruh kawasan Mataram untuk menyari perawan cantik. Salah satunya yang terdekteksi oleh prajurit telik sandi adalah anak Demang Sawang Argo. Menjadi tugas Tumenggung Suro Blasah untuk menjemput anak semata wayang perawan cantik dari Demang Sawang Argo. Sudah berkali - kali Suro Blasah datang ke Sawang Argo. Tetapi Demang Sawang Argo belum bisa melepas putrinya karena anak semata wayangnya masih terus menolak untuk dijadikan putri kepatihan. Segala bujuk rayu dan iming - iming kehidupan yang enak, mulia dan terhormat masih selalu ditolak oleh Daruni. 
Daruni hanya hanya bisa bingung dan sangat ketakutan ketika kedua orang tuanya selalu memintanya untuk mau diboyong oleh Suro Blasah untuk dibawa ke Kepatihan Mataram. Daruni perawan cantik yang masih bau kencur tahu bahwa di Kepatihan dirinya akan dijadikan suguhan bagi para Belanda. Dari kabar yang pernah sampai di telinganya, Daruni tahu kalau dirinya bakal begelimangan dengan emas. Hidup penuh dengan gemerlapnya tangsi. Makanan yang selalu berupa roti, keju dan susu. Daruni akan dijadikan penari dan ledhek yang mempesona. Dan jika lebih beruntung dirinya akan menjadi seorang nyai, isteri seorang petinggi Belanda. Daruni tidak mau itu semua terjadi. Daruni sangat ketakutakan. Ahkirnya Daruni melarikan diri dari Kademangan Sawang Argo.
Kepergian Daruni dari Kademangan membuat Demang Rono Jati dan nyi demang menjadi sangat ketakutan. Kemarahan Tumenggung Suro Blasah akan menyebabkan kesulitan yang amat sangat. Bisa - bisa selain siksaan tubuh jabatan demangnya juga akan dicopot. Dan segala yang dimilikinya akan disita Kraton. Salah - salah juga dirinya bisa dibawa ke tangsi Belanda untuk menerima siksa badan dan dipenjara. Ketakutan, kesedihan, kegalauan Demang dan nyi demang membuat kademangan Sawang Argo menjadi sangat murung. Kemana Daruni mau dicari. Keseluruh pelosok kademangan orang - orang kademangan disebar. Daruni tidak ditemukan. Daruni hilang bagaikan menguap. Tidak ada orang yang tahu. Daruni meninggalkan kademangan ketika malam telah larut. Tidak ada yang tahu Daruni melintas jalan menerabas gerumbul masuk ke kawasan hutan lereng gunung Sumbing. Daruni memilih sengsara dan terlunta dari hidup terjajah. 
Selesai aso dan mengudap serta minum banyak tuak badhek Tumenggung Suro Blasah dan para begundalnya kembali memacu kudanya ke arah barat melalui jalan tanah liat yang kering dan meninggalkan debu yang mengepul. semakin jauh Candi Borobudur tertinggal di belakang. Suro Blasah menuju kademangan Sawang Argo yang berada di lereng gunung Sumbing sisi sebelah timur. Jalanan kering yang dilewati Suro Blasah dan para begundalnya membelah perladangan yang tanamannya melulu ketela dan jagung. Orang - orang yang ada di perladangan berhenti sejenak berkegiatan untuk melihat siapa yang memacu  kuda - kudanya. Mereka paham itu adalah Tumenggung Suro Blasah dan para begundalnya yang pasti akan mendatangi demang Rono Jati.
Matahari sudah miring ke barat ketika Suro Blasah dan para begundalnya memasuki halaman kademangan yang luas dan asri. Tergopoh - gopoh demang dan nyi demang Rono Jati menyambut kedatangan Tumenggung Suro Blasah. Dapur kademangan segera mengepul. Ayam disembelih. Beras di tanak. Buah - buah diturunkan dari pohonnya. Tuak badhek terbaik dituang di cangkir - cangkir bumbung. Seluruh penghuni kademangan sibuk. Demang Rono Jati kali ini harus menjamu Tumenggung dengan sebaik - baiknya. Demang Rono Jati ingin Suro Blasah tersanjung dan senang yang diharapkan marahnya tidak akan meledak - ledak ketika nanti diberitahu Daruni telah lenyap dari kademangan.
" Kamu ini demang tidak tahu diuntung, Rono Jati !" Suro Blasah membentak keras ketika diberi tahu Daruni hilang pergi entah kemana. Demang Rono Jati dan nyi demang hanya bisa tertunduk dan ketakutan. " Daruni akan dimuliakan! Dikayakan ! Bakal bergelimang harta dan emas. Hidupmu juga akan disenangkan, demang ! Tapi mengapa kamu tidak bisa menjaga anak ! Demange ... demange sungguh malang nasibmu !" Suro Blasah memelintir - melintir kumisnya tanda kemarahan semakin memuncak. Demang Rono Jati dan nyi demang yang duduk bersimpuh di lantai hanya bisa menyembah - nyembah Suro Blasah yang berdiri dengan tegak dengan kemarahannya. " Atau jangan - jangan kamu malah yang menyembunyikan Daruni, demange, he !" Tumenggung Suro Blasah melotot - lotot dan menunjuk - nunjuk ke arah demang Rono Jati yang sikap Suro Blasah ini tidak terlihat di mata demang dan nyi demang karena mereka tidak berani mendongak. " Ampun raden tumenggung ... ampun. Bukan ... bukan. Hamba tidak menyembunyikan Daruni. Ampun raden ... " Demang Rono Jati menyembah - nyembah. " Baik demange ! Baik ! Kamu harus menyari Daruni sampai ketemu. Jangan tunda. Sore ini pula kamu harus berangkat bersama dengan para prajuritku ini untuk menyari Daruni. Daruni harus segera dibawa pulang, demange ! Sebelum matahari terbit Daruni harus sudah kamu bawa pulang ! Ngerti demange, he !" Suro Blasah membentak. Demang Rono Jati hanya bisa menyembah - nyembah, kemudian dengan laku dhodhok mundur untuk bersiap - siap pergi menyari Daruni. 
Bersama para begundal Suro Blasah demang Rono Jati meninggalkan halaman kademangan. Rono Jati amat bingung. Kemana harus berjalan untuk menemukan Daruni. Diikuti para begundal Suro Blasah Rono Jati bertanya sepanjang jalan. Orang hanya bisa kasihan melihat Rono Jati yang pucat muka dan tampak ketakutan. Pintu - pintu rumah di ketuk. Bertanya. Yang diperoleh hanya gelengan kepala dan bahu yang diangkat. Orang - orang yang tahu siapa yang mengkuti demangnya ini, hanya bisa merasa iba terhadap Rono Jati. Mereka tahu demangnya sedang mendapat kesulitan. Barisan orang yang menyari Daruni menjadi semakin banyak. Rakyat yang merasa kasihan terhadap demangnya segera mengikuti kemana demangnya melangkah. Ketika malam mulai menyelimuti kademangan obor - obor mulai dinyalakan. Barisan obor mulai menjauhi dari kademangan. Mereka mengikuti demangnya menuju tempat - tempat yang sulit dijangkau. Menurun lereng tepi hutan. Menyusur jalan setapak, menuruni kali, dan menerabas perladangan. Daruni tidak ditemukan. Malam semakin merangkak jauh. Barisan obor semakin menjauhi kademangan.
Malam semakin jauh. Di kademangan Suro Blasah terus menenggak arak badhek dan mulai mabuk. Arak badhek yang mampu meningkatkan gairah birahi sudah merasuki tubuhnya. Pikiran Suro Blasah menjadi kacau. Pikirannya tertuju pada keinginannya. Tiba - tiba bayangan nyi demang ada di pelupuk matanya. Nyi demang yang memang berkulit bersih. Dan tubuhnya terpelihara tiba - tiba mengganggu pikirannya. Nyi Demang yang memang terpaut jauh dengan usia demang Rono Jati, masih tampak begitu muda dan cantik.  Suro Blasah melangkah memasuki ruang tengah kademangan dimana nyi demang yang tidak bisa menutup matanya karena memikirkan suaminya yang sedang entah kemana. Nyi demang yang sedang tiduran di bale - bele yang hanya terlindungi oleh kelambu tidak menyadari kedatangan Suro Blasah yang langsung mendekap mulutnya. Nyi demang sangat takut. Mulutnya yang dibekap tangan Suro Blasah tidak bisa berucap. Nyi demang tidak berani meronta. Selain nyi demang takut menimbulkan kegaduhan dan bisa membangunkan para wanita abdi kademangan yang terlelap di amben dapur, nyi demang juga takut dirinya akan disakiti oleh Suro Blasah. Tidak ada sikap lain selain pasrah. Nyi demang tahu siapa Suro Blasah. Karena kepasrahannya tubuh nyi demang menjadi lemas dan mempermudah Suro Blasah membuka - buka kain yang dikenakan nyi demang. Buas Suro Blasah menyerang nyi demang. Nyi demang yang sudah kain atasnya terbuka lebar sudah tidak ingat apa - apa lagi keculai merasakan betapa gelinya bibir, leher dan dadanya yang terus digosok kumis lebat Suro Blasah. Yang dilakukan nyi demang kemudian hanya bisa mengejang - ngejangkan tubuhnya untuk menahan rasa. Rasa takut dan jijik yang semula menghinggapi tiba - tiba berubah menjadi rasa yang ingin. Nyi demang terlena. Nyi demang dialiri rasa nikmat yang tiada tara. Yang belum pernah dirasakan. Nyi demang menjadi kerasukan nafsu. Tidak disadarinya dirinnya mengimbangi kerakusan Suro Blasah yang kain dan celana keprajuritannya telah lepas dari tempatnya. Dan tidak terasa pula dirinya malah dengan nekatnya membuat kain jaritnya udar dari belitan di tubuh bagian bawahnya. Dan pahanya dikangkangkan untuk memberi peluang bagi Suro Blasah. Kenekatan nyi demang ini dilakukan setelah sebelumnya pahanya tersentuh sesuatu yang kaku hangat sangat besar dan panjang. Terbayang di benak nyi demang milik Blasah luar biasa. Terbayang pula ukuran yang kelewat besar. Ukuran yang tidak biasanya dimiliki orang. Ukuran yang sangat berlebih jika dibandingkan dengan milik demang Rono Jati suaminya. Nyi demang menjadi berkeinginan merasakannya. Dengan kuat Suro Blasah mencengkeram tubuh nyi demang dan dengan kuat pula Suro Blasah menekankan miliknya ke milik nyi demang. Nyi Demang menjerit tertahan dan kemudian hanya bisa merasakan miliknya dijejali sesuatu yang sangat menyesak dan terus menyodok. Nyi demang lupa siapa dirinya. Nyi demang menjadi sangat menikmati dan terus mengejang - ngejang sambil terus merintih dan mendesah tertahan.

masih ada kelanjutannya ..............
 
 

Kamis, 11 Juli 2013

Candra Mawa

                                                                                                edohaput

2

Di Kepatihan, Patih Danureja sedang memarahi Tumenggung Suro Blasah. Tumenggung Suro Blasah hanya bisa tertunduk takut. Tumenggung Suro Blasah sangat tahu kalau Patih Danureja sudah marah sangat mengkawatirkan. Tidak jarang para Adipati dan para Tumenggung yang kena marah kejatuhan tamparan atau pukulan keras di kepala. Maka tidak ada lain sikap yang dibuat Tumenggung Suro Blasah hanya bisa menunduk dan berkali - kali menyembah sambil berkata : " Sendika dhawuh ... sendika dhawuh ... cadhong deduka gusti. Hamba bersalah." Dan Tumenggung Suro Blasah tidak berani angkat muka, apalagi memandang wajah dan menatap mata Sang Patih Danureja. Tubuh Tumenggung Suro Blasah yang besar kekar gemetar tidak berdaya di hadapan Sang Patih yang terkenal mudah marah dan mudah menghukum para petinggi. Tidak jarang pula Sang Patih melengserkan jabatan seorang Adipati. Tumenggung Suro Blasah sadar akan dirinya yang hanya Tumenggung. Seorang Adipatipun sangat takut dengan Sang patih yang sangat berpengaruh ini. Dirinya akan dengan mudah dilengserkan dari jabatannya dan dihukum oleh Sang Patih. Tidak ada abdi dalem Kepatihan maupun abdi dalem Keraton Mataram yang tidak tunduk dan tidak patuh dengan Sang Patih ini. 
Patih Danureja adalah Wrangka Dalem Kraton Mataram. Merupakan orang kepercayaan Raja Mataram. Segala apa yang dikatakan Patih Danureja adalah pendapat yang dipercayai Raja. Patih Danureja sangat dirangkul oleh para pemimpin pemerintahan Hindia Belanda. Sangat bersahabat dengan mereka. Maka tidak ayal jika Kraton Mataram kemudian berada di bawah pengaruh Kolonial Belanda. Patih Danureja sangat pandai berperan sebagai patih yang bisa menyenangkan Raja dan mampu memberi peluang kepada Belanda sebagai penjajah untuk masuk dan mempengaruhi segala kebijakan Kraton. Keadaan inilah yang semakin memicu kemarahan Pangeran Diponegoro yang makam leluhurnya dijadikan jalan kereta api. Peperangan tidak terhindarkan. Permusuhan pihak Belanda yang dibantu Kraton dengan Pangeran Diponegoro dengan seluruh prajuritnya berlangsung lima tahun. Kerugian demi kerugian harus ditanggung pihak Belanda dan Kraton Mataram. Sampai dengan tipu muslihat Belanda dapat menelikung Pangeran Diponegoro.
Tumenggung Suro Blasah mendapat tugas dari Patih Danureja untuk menangkapi laskar Pangeran Diponegoro yang masih terus mengganggu ketentraman Belanda dan Kraton. Dan bekas laskar Pangeran Diponegoro yang masih sangat terus mengganggu dan sulit ditangkap adalah Bardan. Ibarat belut yang sangat licin. Sulit dipegang dan ditangkap. Kemarahan Patih Danureja kali ini adalah karena Tumenggung Suro Blasah belum bisa mewujudkan keinginan Patih Danureja yang ingin merangket Bardan dan menghukumnya. " Alasan apalagi Suro, ha ?!" Patih Danureja memelototi Suro Blasah yang duduk bersila di lantai dan menunduk. " Sudah enam bulan kamu belum bisa menangkap Bardan ! Dan kerugian semakin banyak. Bardan telah berani memasuki tangsi tempat tuan - tuan Walanda berada. Ini membuat kita malu. Apalagi Bardan sudah berani mencuri harta benda dan dibagi - bagikan kepada rakyat ! Ini membuat malu dan membahayakan, Suro !" Suara Patih Danureja berat dan keras. " Satu kesempatan lagi, Suro ! Jika dalam waktu dekat ini kamu tidak bisa merangket Bardan, jabatan Tumenggung aku minta. Dan kamu bukan lagi abdiku. Ngerti, Suro !" Jari Rekiana Patih Danureja menunjuk - nunjuk ke kepala Tumenggung Suro Blasah. " Sendika gusti patih ... sendika ... Bardan akan hamba tangkap dan akan hamba sowankan ke gusti patih." Suro Blasah berkata tetap sambil menunduk dan menyembah. " Hidup atau mati bawa Bardan ke hadapanku, Suro !" Patih Danureja kembali menunjuk - nunjuk ke kepala Suro Blasah. Kemudian melemparkan kantong kecil yang jatuh gemerincing di hadapan Tumenggung Suro Blasah. Kantong kecil yang berisi kepingan uang emas. Dengan takut - takut Tumenggung Suro Blasah meraih kantong. Kemudian mundur dengan laku dhodhok dan menyembah. Tumenggung Suro Blasah meninggalkan Kepatihan dengan perasaan takut campur senang. 

Dari Kepatihan Tumenggung Suro Blasah diikuti lima bengundal setianya yang merupakan prajurit katemenggungan memacu kuda - kudanya melewati sisi barat benteng Kraton Mataram menuju arah selatan. Semakin jauh dari kepatihan dan Kraton kuda semakin di pacu. Menjelang sore Tumenggung Suro Blasah berserta para begundalnya telah memasuki pantai Glagah. 
Gemuruh deburan ombak laut selatan yang pecah di pantai dan hembusan angin  kencang  meliuk - liukkan pohon - pohon kelapa dan menerbangkan bunga - bunga pandan menjauh dari pantai yang berupa gundukan - gundukan pasir, adalah aroma pantai Glagah di sore ini. Perempuan - perempuan simpanan Tumenggung Suro Blasah dan para begundalnya segera menyediakan minuman badhek. Tumenggung Suro Blasah dan para begundalnya segera terlibat canda ria dengan perempuan - perempuan yang memang sudah menunggu kedatangannya. Suro Blasah segera membagikan kepingan - kepingan emas kepada para perempuan yang diterima dengan penuh suka cita dan sambil menari - nari kegirangan. Para begundal yang melihat para perempuannya menari - nari sambil menaik - naikkan kainnya sehingga paha putihnya begitu menggoda, segera bangkit berdiri dan manangkapnya kemudian membopongnya masuk ke kamar - kamar yang tidak beranjang. Yang ada hanya tikar pandan yang dibentangkan di atas pasir. Suara gaduh dari masing - masing kamar yang di dalamnya ada pasangan yang dimabuk birahi segera terdengar. Suara ah ih uh disela - sela tertawa cekikikan para perempuan dari masing - masing kamar mengalahkan suara angin kencang yang menerpa nyiur dan deburan ombak. Tugini perempuan muda dan tercantik dari para perempuan lain yang telah ah ih uh di dalam kamar telah berada di pelukkan Suro Blasah. Tubuh Tugini yang mungil telah tenggelam di pelukan Suro Blasah yang tinggi besar. Satu - satu kain yang dikenakan Tugini lepas dari tubuhnya. Suro Blasah melepasinya. Setengah telanjang tubuh tugini berada di pangkuan Suro Blasah. Jari - jari tangan Suro Blasah yang besar - besar segera mencengkeram Tugini. Dan menggerayangi lekuk - lekuk tubuh Tugini. Dan Ketika  kumis Suro Blasah yang lebat tebal dan kaku menyentuh gundukan di dadanya Tugini hanya bisa menjerit dan menggelinjang sambil menjabak rambut kepala Suro Blasah. Tugini terus mengejang dan merintih.
Sementara itu ombak laut semakin tinggi seiring datangnya malam. Ombak berdebur pecah di pantai membuih putih membasahi pasir pantai Glagah. 

masih ada kelanjutannya ................




Senin, 08 Juli 2013

Candra Mawa

                                                                                                                             edohaput


1

Bardan melompat. Ringan tubuhnya melambung. Bardan berdiri di atas tebing. Matanya kemudian memandang sekeliling. Di sisi kirinya hutan dengan pepohonan. Di sisi kanannya terhampar persawahan dengan tanaman padi yang siap dituai. Mata Bardan menebar ke hamparan persawahan. Pandangan matanya tidak menemukan orang yang ada di sawah. Kecuali mendung bergelayut, juga sore telah membuat suasana pedesaan menjadi gelap menjadi orang enggan pergi lagi ke sawah. Seekor elang yang terbang tinggi menukik kembali ke sarang. Begitu juga segerombolan burung - burung kuntul terbang pelahan dan hinggap di pucuk - pucuk bambu. Di sisi belakang Bardan ada sungai yang airnya mengalir deras dan keruh. Sebelum sore menjelang petang tadi, Bardan menyeberangi sungai yang sedang banjir ini.  Pandangan mata Bardan terus mengawasi keadaan persawahan. Bardan ingin mempercayai pandangan matanya kalau benar - benar persawahan itu sedang sepi orang. Jika benar - benar sepi orang Bardan akan segera turun dari tebing dan akan menuju persawahan dan akan menyari tempat persinggahan yang berupa gubuk - gubuk tempat para petani melepas lelah ketika penat bekerja di sawah. Gubuk juga biasa dipakai oleh para petani untuk berteduh kala matahari terik dan istirahat untuk makan siang. Bardan harus memperoleh tempat untuk istirahat. Seharian Bardan berjalan menyusur pinggiran hutan, menyebarangi sungai, menerabas semak belukar dan mengendap - endap ketika berjalan dekat dengan pedesaan. Bardan penat. Bardan ingin beristirahat. Bardan harus mendapatkan tempat tidur untuk melewatkan malam. Bardan menunggu malam tiba.

Bardan adalah prajurit Pangeran Diponegoro. Sebagai prajurit telik sandi Bardan mendapat tugas dari Pangeran Diponegoro untuk menyari tahu rencana pasukan Belanda yang dibantu prajurit Kraton Mataram yang  selalu berusaha menangkap Pangeran Diponegoro. Kemana Pangeran Diponegoro pergi, dan dimana Pangeran Diponegoro berada di situ pula Bardan berada. Serangan - serangan yang dilancarkan pasukan Belanda yang dibantu prajurit kraton Mataram selalu dapat ditangkal dan dikalahkan oleh prajurit - prajurit Pangeran Diponegoro karena rencana serangan sudah diketahui berkat telik sandi yang dilakukan Bardan. Pangeran Diponegoro menjadi sangat sulit ditangkap. Bahkan tidak pernah tertangkap. Kapan, dimana, dan bagaimana strategi yang bakal dilancarkan pasukan musuh dalam rangka usahanya menangkap Pangeran Diponegoro selalu sudah diketahui sebelumnya oleh Bardan. Maka dengan mudah Pangeran Diponegoro menghindar dan dengan mudah pula prajurit Diponegoro melumpuhkan pasukan musuh yang senjatanya tidak hanya pedang dan keris melainkan bedhil yang melontarkan mimis panas ikut juga berbicara dalam peperangan. 
Selama peperangan yang berlangsung selama lima tahun, dimulai tahun seribu delapan ratus dua puluh lima sampai tahun seribu delapan ratus tiga puluh menimbulkan banyak kerugian bagi Belanda dan kraton Mataram. Kurban jiwa dan ongkos peperangan menjadi sangat mahal. Pangeran Diponegoro tidak pernah berhenti melawan. Pantang menyerah dan pantang ditangkap. Prajurit Pangeran Diponegoro siang malam selalu bergerilya dan membuat pusing pasukan belanda dan prajurit kraton Mataram. Korban demi korban dan kerugian demi kerugian terus menggerus pasukan musuh. Pangeran Dipogeroro selalu luput dari maut, dan tidak bisa ditangkap. Perang Diponegoro juga berimbas menyengsarakan rakyat Mataram, karena untuk menutupi ongkos peperangan Belanda menaikkan pajak dan memasak rakyat untuk membayar pajak. Orang - orang yang berani melanggar tidak membayar pajak memperoleh siksaan phisik dan rampasan harta benda dari pasukan belanda.  Rakyat Mataram menjadi semakin membenci Belanda dan menyintai Pangeran Diponogoro yang melawan segala kebijakan Belanda dan Kraton Mataram. Hal ini menguntungkan pihak Pangeran Diponegoro karena di semua kawasan dan di kancah peperangan rakyat membantunya. Pasukan Belanda dan Prajurit Kraton menjadi semakin kecipuhan dan tiada daya. Kerugian - kerugian terus semakin menggerus. 
Tawaran perundingan perdamaian dan mengahkiri peperangan yang merupakan tipu muslihat Belanda diterima Pangeran Diponogoro. Perundingan yang dilaksanakan di Kedu Magelang benar - benar mengahkiri Perang Diponegoro. Prajurit pengantar Pangeran Diponegoro dilucuti persenjataannya dan ditahan sementara Pangeran Diponegoro ditangkap dengan paksa. Oleh Belanda Pangeran Diponegoro kemudian dibawa ke pulau Selebes sekarang Sulawesi dan Pangeran Diponegoro diasingkan alias dibuang di Makasar. Belanda dan kraton Mataram menang karena tipu muslihat. 
Sejak saat itu prajurit Pangeran Diponegoro menjadi tercerai berai. Yang tidak mau menyerahkan diri kepada Belanda dan kraton Mataran menjadi buronan. Banyak bekas prajurit Pangeran Diponegoro yang memilih menyerah dan memperoleh pengampunan, tetapi banyak pula yang tidak mau menyerah dan lari menjauh dari kraton Mataram dan terus berjuang melawan pemerintah kolonial Belanda. Salah satu prajurit yang tidak mau menyerahkan diri adalah Bardan. Bahkan Bardan masih berani berada di kraton Mataram. Dan tinggal di dekat Kepangeranan Diponegoro yakni di Tegalreja yang masih sangat dekat jarak dengan kraton Mataram. Bardan bahkan terus mengganggu dan menyederai pasukan Belanda dan prajurit Mataram. Kegiatan Bardan yang terus menerus menyedarai pasukan Belanda maupun prajurit Mataram di dengar Patih Danureja. Patih kraton Mataram yang sangat anti dengan Pangeran Diponegoro. Kegiatan Bardan yang mampu melompati tembok gedung dan benteng yang dibuat Belanda dan melakukan pencurian harta dan pengerusakan sangat membuat resah dan merugikan Belanda. Bardan menjadi semakin nekat melakukan pengrusakkan dan pencurian, dan Bardan tidak hati - hati ketika membagikan hasil curia kepada rakyat Mataram yang sedang sengsara, menjadikan jati dirinya diketahui Belanda dan kraton Mataram. Patih Danureja kemudian dengan geram memerintahkan agar Bardan ditangkap hidup atau mati. Bardan diburu siang malam. Bardan mulai kesulitan bersembunyi. Jati dirinya yang sudah diketahui pasukan Belanda dan prajurit Mataram, membuatnya sulit menghindar. Bardan terancam. Bardan pergi menjauh dari Mataram. Bardan berniat kembali ke desa asal. 

Matahari tenggelam. Malam mulai menyelimuti. Bardan turun dari tebing menuju persawahan. Yang dituju Bardan adalah gubuk - gubuk yang ada di pinggir persawahan. Bardan yakin keberadaannya tidak akan diketahui orang desa. Bardan takut jika ada orang yang melihatnya, dan melaporkannya ke Mataram. Bardan akan dikejar. Walaupun keberadaannya kini sudah jauh dari Kraton Mataran dan tangsi pasukan belanda, tetapi Bardan masih takut untuk keberadaannya diketahui orang. Sebelum mendekati gubuk Bardan memperhatikan sekeliling. Sepi. Di langit bulan sabit redup agak tertutup mendung. Hamparan persawahan dengan padi yang tumbuh subur menguning dihiasi kerlap - kerlipnya jutaan kunang - kunang. Perasaan Bardam tiba - taba merasa damai melihat kerlap - kerlipnya kunang - kunang yang menutupi hamparan sawah. Rasa lelahnya semakin terasa. Bardan menghampiri Gubuk. Duduk. Kedua telapak kakinya ditepuk - tepukkan agar tanah dan pasir yang melekat di telapak kakinya hilang. Bardan merebahkan diri. Menyoba mentup mata. Belum lagi kelopak matanya tertutup Bardan dikagetkan oleh suara cekikikan seorang perempuan yang berasal dari gubuk yang letaknya tidak begitu jauh dari gubuk tempat Bardan rebah. Suara cekikikan itu kemudian ditimpali suara tawa seorang laki - laki. Kemudian telinga Bardan yang sudah sangat terlatih mendengarkan suara mendengar si perempuan berkata sambil tetap tertawa cekikikan : " Kang aku telanjang tidak kang ?" Dan disusul suara si lelaki : " Telanjang Nah. Biar aku leluasa meraba - raba tubuhmu." Lelaki itu kemudian tertawa juga. " Kang Gimin juga telanjang, ta kang. Biar aku anget kang Gimin telanjang ya kang !" Si perempuan balik meminta . "  Ya ... ya ... sudah cepat copoti pakianmu !" Si lelaki suaranya semakin jelas. Sebentar kemudian terdengar suara gaduh dari dalam gubuk. Suara gaduh gubuk juga diselingi suara si perempuan yang melenguh - lenguh. " Yang keras kang genjotnya kang. Kalau kang Gimin genjotannya kuat aku makin enak kang. Ayo kang yang kuat !" Dan suara si lelaki menjadi menggeram - geram. " Kamu goyangkan pantan, Nah. Ayo Nah goyangkan pantatmu. Aduh ... gitu ... terus Nah." Dan si perempuan terus berceloteh. " Kang ... kang ... aaaahhh... edan ... edan ...kang ... enak banget... jangan brenti kang... aduuuh... aaahhh... !" Bardan ayem. Ternyata bukan orang yang membahayakan. Karena penatnya Bardan tidak ingin tahu lebih banyak yang terjadi di gubuk itu. Bardan memenjamkan mata. Bardan tertidur lelap. 

masih ada kelanjutannya .........................