Candra Mawa
edohaput
2
Di Kepatihan, Patih Danureja sedang memarahi Tumenggung Suro Blasah. Tumenggung Suro Blasah hanya bisa tertunduk takut. Tumenggung Suro Blasah sangat tahu kalau Patih Danureja sudah marah sangat mengkawatirkan. Tidak jarang para Adipati dan para Tumenggung yang kena marah kejatuhan tamparan atau pukulan keras di kepala. Maka tidak ada lain sikap yang dibuat Tumenggung Suro Blasah hanya bisa menunduk dan berkali - kali menyembah sambil berkata : " Sendika dhawuh ... sendika dhawuh ... cadhong deduka gusti. Hamba bersalah." Dan Tumenggung Suro Blasah tidak berani angkat muka, apalagi memandang wajah dan menatap mata Sang Patih Danureja. Tubuh Tumenggung Suro Blasah yang besar kekar gemetar tidak berdaya di hadapan Sang Patih yang terkenal mudah marah dan mudah menghukum para petinggi. Tidak jarang pula Sang Patih melengserkan jabatan seorang Adipati. Tumenggung Suro Blasah sadar akan dirinya yang hanya Tumenggung. Seorang Adipatipun sangat takut dengan Sang patih yang sangat berpengaruh ini. Dirinya akan dengan mudah dilengserkan dari jabatannya dan dihukum oleh Sang Patih. Tidak ada abdi dalem Kepatihan maupun abdi dalem Keraton Mataram yang tidak tunduk dan tidak patuh dengan Sang Patih ini.
Patih Danureja adalah Wrangka Dalem Kraton Mataram. Merupakan orang kepercayaan Raja Mataram. Segala apa yang dikatakan Patih Danureja adalah pendapat yang dipercayai Raja. Patih Danureja sangat dirangkul oleh para pemimpin pemerintahan Hindia Belanda. Sangat bersahabat dengan mereka. Maka tidak ayal jika Kraton Mataram kemudian berada di bawah pengaruh Kolonial Belanda. Patih Danureja sangat pandai berperan sebagai patih yang bisa menyenangkan Raja dan mampu memberi peluang kepada Belanda sebagai penjajah untuk masuk dan mempengaruhi segala kebijakan Kraton. Keadaan inilah yang semakin memicu kemarahan Pangeran Diponegoro yang makam leluhurnya dijadikan jalan kereta api. Peperangan tidak terhindarkan. Permusuhan pihak Belanda yang dibantu Kraton dengan Pangeran Diponegoro dengan seluruh prajuritnya berlangsung lima tahun. Kerugian demi kerugian harus ditanggung pihak Belanda dan Kraton Mataram. Sampai dengan tipu muslihat Belanda dapat menelikung Pangeran Diponegoro.
Tumenggung Suro Blasah mendapat tugas dari Patih Danureja untuk menangkapi laskar Pangeran Diponegoro yang masih terus mengganggu ketentraman Belanda dan Kraton. Dan bekas laskar Pangeran Diponegoro yang masih sangat terus mengganggu dan sulit ditangkap adalah Bardan. Ibarat belut yang sangat licin. Sulit dipegang dan ditangkap. Kemarahan Patih Danureja kali ini adalah karena Tumenggung Suro Blasah belum bisa mewujudkan keinginan Patih Danureja yang ingin merangket Bardan dan menghukumnya. " Alasan apalagi Suro, ha ?!" Patih Danureja memelototi Suro Blasah yang duduk bersila di lantai dan menunduk. " Sudah enam bulan kamu belum bisa menangkap Bardan ! Dan kerugian semakin banyak. Bardan telah berani memasuki tangsi tempat tuan - tuan Walanda berada. Ini membuat kita malu. Apalagi Bardan sudah berani mencuri harta benda dan dibagi - bagikan kepada rakyat ! Ini membuat malu dan membahayakan, Suro !" Suara Patih Danureja berat dan keras. " Satu kesempatan lagi, Suro ! Jika dalam waktu dekat ini kamu tidak bisa merangket Bardan, jabatan Tumenggung aku minta. Dan kamu bukan lagi abdiku. Ngerti, Suro !" Jari Rekiana Patih Danureja menunjuk - nunjuk ke kepala Tumenggung Suro Blasah. " Sendika gusti patih ... sendika ... Bardan akan hamba tangkap dan akan hamba sowankan ke gusti patih." Suro Blasah berkata tetap sambil menunduk dan menyembah. " Hidup atau mati bawa Bardan ke hadapanku, Suro !" Patih Danureja kembali menunjuk - nunjuk ke kepala Suro Blasah. Kemudian melemparkan kantong kecil yang jatuh gemerincing di hadapan Tumenggung Suro Blasah. Kantong kecil yang berisi kepingan uang emas. Dengan takut - takut Tumenggung Suro Blasah meraih kantong. Kemudian mundur dengan laku dhodhok dan menyembah. Tumenggung Suro Blasah meninggalkan Kepatihan dengan perasaan takut campur senang.
Dari Kepatihan Tumenggung Suro Blasah diikuti lima bengundal setianya yang merupakan prajurit katemenggungan memacu kuda - kudanya melewati sisi barat benteng Kraton Mataram menuju arah selatan. Semakin jauh dari kepatihan dan Kraton kuda semakin di pacu. Menjelang sore Tumenggung Suro Blasah berserta para begundalnya telah memasuki pantai Glagah.
Gemuruh deburan ombak laut selatan yang pecah di pantai dan hembusan angin kencang meliuk - liukkan pohon - pohon kelapa dan menerbangkan bunga - bunga pandan menjauh dari pantai yang berupa gundukan - gundukan pasir, adalah aroma pantai Glagah di sore ini. Perempuan - perempuan simpanan Tumenggung Suro Blasah dan para begundalnya segera menyediakan minuman badhek. Tumenggung Suro Blasah dan para begundalnya segera terlibat canda ria dengan perempuan - perempuan yang memang sudah menunggu kedatangannya. Suro Blasah segera membagikan kepingan - kepingan emas kepada para perempuan yang diterima dengan penuh suka cita dan sambil menari - nari kegirangan. Para begundal yang melihat para perempuannya menari - nari sambil menaik - naikkan kainnya sehingga paha putihnya begitu menggoda, segera bangkit berdiri dan manangkapnya kemudian membopongnya masuk ke kamar - kamar yang tidak beranjang. Yang ada hanya tikar pandan yang dibentangkan di atas pasir. Suara gaduh dari masing - masing kamar yang di dalamnya ada pasangan yang dimabuk birahi segera terdengar. Suara ah ih uh disela - sela tertawa cekikikan para perempuan dari masing - masing kamar mengalahkan suara angin kencang yang menerpa nyiur dan deburan ombak. Tugini perempuan muda dan tercantik dari para perempuan lain yang telah ah ih uh di dalam kamar telah berada di pelukkan Suro Blasah. Tubuh Tugini yang mungil telah tenggelam di pelukan Suro Blasah yang tinggi besar. Satu - satu kain yang dikenakan Tugini lepas dari tubuhnya. Suro Blasah melepasinya. Setengah telanjang tubuh tugini berada di pangkuan Suro Blasah. Jari - jari tangan Suro Blasah yang besar - besar segera mencengkeram Tugini. Dan menggerayangi lekuk - lekuk tubuh Tugini. Dan Ketika kumis Suro Blasah yang lebat tebal dan kaku menyentuh gundukan di dadanya Tugini hanya bisa menjerit dan menggelinjang sambil menjabak rambut kepala Suro Blasah. Tugini terus mengejang dan merintih.
Sementara itu ombak laut semakin tinggi seiring datangnya malam. Ombak berdebur pecah di pantai membuih putih membasahi pasir pantai Glagah.
masih ada kelanjutannya ................
Patih Danureja adalah Wrangka Dalem Kraton Mataram. Merupakan orang kepercayaan Raja Mataram. Segala apa yang dikatakan Patih Danureja adalah pendapat yang dipercayai Raja. Patih Danureja sangat dirangkul oleh para pemimpin pemerintahan Hindia Belanda. Sangat bersahabat dengan mereka. Maka tidak ayal jika Kraton Mataram kemudian berada di bawah pengaruh Kolonial Belanda. Patih Danureja sangat pandai berperan sebagai patih yang bisa menyenangkan Raja dan mampu memberi peluang kepada Belanda sebagai penjajah untuk masuk dan mempengaruhi segala kebijakan Kraton. Keadaan inilah yang semakin memicu kemarahan Pangeran Diponegoro yang makam leluhurnya dijadikan jalan kereta api. Peperangan tidak terhindarkan. Permusuhan pihak Belanda yang dibantu Kraton dengan Pangeran Diponegoro dengan seluruh prajuritnya berlangsung lima tahun. Kerugian demi kerugian harus ditanggung pihak Belanda dan Kraton Mataram. Sampai dengan tipu muslihat Belanda dapat menelikung Pangeran Diponegoro.
Tumenggung Suro Blasah mendapat tugas dari Patih Danureja untuk menangkapi laskar Pangeran Diponegoro yang masih terus mengganggu ketentraman Belanda dan Kraton. Dan bekas laskar Pangeran Diponegoro yang masih sangat terus mengganggu dan sulit ditangkap adalah Bardan. Ibarat belut yang sangat licin. Sulit dipegang dan ditangkap. Kemarahan Patih Danureja kali ini adalah karena Tumenggung Suro Blasah belum bisa mewujudkan keinginan Patih Danureja yang ingin merangket Bardan dan menghukumnya. " Alasan apalagi Suro, ha ?!" Patih Danureja memelototi Suro Blasah yang duduk bersila di lantai dan menunduk. " Sudah enam bulan kamu belum bisa menangkap Bardan ! Dan kerugian semakin banyak. Bardan telah berani memasuki tangsi tempat tuan - tuan Walanda berada. Ini membuat kita malu. Apalagi Bardan sudah berani mencuri harta benda dan dibagi - bagikan kepada rakyat ! Ini membuat malu dan membahayakan, Suro !" Suara Patih Danureja berat dan keras. " Satu kesempatan lagi, Suro ! Jika dalam waktu dekat ini kamu tidak bisa merangket Bardan, jabatan Tumenggung aku minta. Dan kamu bukan lagi abdiku. Ngerti, Suro !" Jari Rekiana Patih Danureja menunjuk - nunjuk ke kepala Tumenggung Suro Blasah. " Sendika gusti patih ... sendika ... Bardan akan hamba tangkap dan akan hamba sowankan ke gusti patih." Suro Blasah berkata tetap sambil menunduk dan menyembah. " Hidup atau mati bawa Bardan ke hadapanku, Suro !" Patih Danureja kembali menunjuk - nunjuk ke kepala Suro Blasah. Kemudian melemparkan kantong kecil yang jatuh gemerincing di hadapan Tumenggung Suro Blasah. Kantong kecil yang berisi kepingan uang emas. Dengan takut - takut Tumenggung Suro Blasah meraih kantong. Kemudian mundur dengan laku dhodhok dan menyembah. Tumenggung Suro Blasah meninggalkan Kepatihan dengan perasaan takut campur senang.
Dari Kepatihan Tumenggung Suro Blasah diikuti lima bengundal setianya yang merupakan prajurit katemenggungan memacu kuda - kudanya melewati sisi barat benteng Kraton Mataram menuju arah selatan. Semakin jauh dari kepatihan dan Kraton kuda semakin di pacu. Menjelang sore Tumenggung Suro Blasah berserta para begundalnya telah memasuki pantai Glagah.
Gemuruh deburan ombak laut selatan yang pecah di pantai dan hembusan angin kencang meliuk - liukkan pohon - pohon kelapa dan menerbangkan bunga - bunga pandan menjauh dari pantai yang berupa gundukan - gundukan pasir, adalah aroma pantai Glagah di sore ini. Perempuan - perempuan simpanan Tumenggung Suro Blasah dan para begundalnya segera menyediakan minuman badhek. Tumenggung Suro Blasah dan para begundalnya segera terlibat canda ria dengan perempuan - perempuan yang memang sudah menunggu kedatangannya. Suro Blasah segera membagikan kepingan - kepingan emas kepada para perempuan yang diterima dengan penuh suka cita dan sambil menari - nari kegirangan. Para begundal yang melihat para perempuannya menari - nari sambil menaik - naikkan kainnya sehingga paha putihnya begitu menggoda, segera bangkit berdiri dan manangkapnya kemudian membopongnya masuk ke kamar - kamar yang tidak beranjang. Yang ada hanya tikar pandan yang dibentangkan di atas pasir. Suara gaduh dari masing - masing kamar yang di dalamnya ada pasangan yang dimabuk birahi segera terdengar. Suara ah ih uh disela - sela tertawa cekikikan para perempuan dari masing - masing kamar mengalahkan suara angin kencang yang menerpa nyiur dan deburan ombak. Tugini perempuan muda dan tercantik dari para perempuan lain yang telah ah ih uh di dalam kamar telah berada di pelukkan Suro Blasah. Tubuh Tugini yang mungil telah tenggelam di pelukan Suro Blasah yang tinggi besar. Satu - satu kain yang dikenakan Tugini lepas dari tubuhnya. Suro Blasah melepasinya. Setengah telanjang tubuh tugini berada di pangkuan Suro Blasah. Jari - jari tangan Suro Blasah yang besar - besar segera mencengkeram Tugini. Dan menggerayangi lekuk - lekuk tubuh Tugini. Dan Ketika kumis Suro Blasah yang lebat tebal dan kaku menyentuh gundukan di dadanya Tugini hanya bisa menjerit dan menggelinjang sambil menjabak rambut kepala Suro Blasah. Tugini terus mengejang dan merintih.
Sementara itu ombak laut semakin tinggi seiring datangnya malam. Ombak berdebur pecah di pantai membuih putih membasahi pasir pantai Glagah.
masih ada kelanjutannya ................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar