Candra Mawa
edohaput
1
Bardan melompat. Ringan tubuhnya melambung. Bardan berdiri di atas tebing. Matanya kemudian memandang sekeliling. Di sisi kirinya hutan dengan pepohonan. Di sisi kanannya terhampar persawahan dengan tanaman padi yang siap dituai. Mata Bardan menebar ke hamparan persawahan. Pandangan matanya tidak menemukan orang yang ada di sawah. Kecuali mendung bergelayut, juga sore telah membuat suasana pedesaan menjadi gelap menjadi orang enggan pergi lagi ke sawah. Seekor elang yang terbang tinggi menukik kembali ke sarang. Begitu juga segerombolan burung - burung kuntul terbang pelahan dan hinggap di pucuk - pucuk bambu. Di sisi belakang Bardan ada sungai yang airnya mengalir deras dan keruh. Sebelum sore menjelang petang tadi, Bardan menyeberangi sungai yang sedang banjir ini. Pandangan mata Bardan terus mengawasi keadaan persawahan. Bardan ingin mempercayai pandangan matanya kalau benar - benar persawahan itu sedang sepi orang. Jika benar - benar sepi orang Bardan akan segera turun dari tebing dan akan menuju persawahan dan akan menyari tempat persinggahan yang berupa gubuk - gubuk tempat para petani melepas lelah ketika penat bekerja di sawah. Gubuk juga biasa dipakai oleh para petani untuk berteduh kala matahari terik dan istirahat untuk makan siang. Bardan harus memperoleh tempat untuk istirahat. Seharian Bardan berjalan menyusur pinggiran hutan, menyebarangi sungai, menerabas semak belukar dan mengendap - endap ketika berjalan dekat dengan pedesaan. Bardan penat. Bardan ingin beristirahat. Bardan harus mendapatkan tempat tidur untuk melewatkan malam. Bardan menunggu malam tiba.
Bardan adalah prajurit Pangeran Diponegoro. Sebagai prajurit telik sandi Bardan mendapat tugas dari Pangeran Diponegoro untuk menyari tahu rencana pasukan Belanda yang dibantu prajurit Kraton Mataram yang selalu berusaha menangkap Pangeran Diponegoro. Kemana Pangeran Diponegoro pergi, dan dimana Pangeran Diponegoro berada di situ pula Bardan berada. Serangan - serangan yang dilancarkan pasukan Belanda yang dibantu prajurit kraton Mataram selalu dapat ditangkal dan dikalahkan oleh prajurit - prajurit Pangeran Diponegoro karena rencana serangan sudah diketahui berkat telik sandi yang dilakukan Bardan. Pangeran Diponegoro menjadi sangat sulit ditangkap. Bahkan tidak pernah tertangkap. Kapan, dimana, dan bagaimana strategi yang bakal dilancarkan pasukan musuh dalam rangka usahanya menangkap Pangeran Diponegoro selalu sudah diketahui sebelumnya oleh Bardan. Maka dengan mudah Pangeran Diponegoro menghindar dan dengan mudah pula prajurit Diponegoro melumpuhkan pasukan musuh yang senjatanya tidak hanya pedang dan keris melainkan bedhil yang melontarkan mimis panas ikut juga berbicara dalam peperangan.
Selama peperangan yang berlangsung selama lima tahun, dimulai tahun seribu delapan ratus dua puluh lima sampai tahun seribu delapan ratus tiga puluh menimbulkan banyak kerugian bagi Belanda dan kraton Mataram. Kurban jiwa dan ongkos peperangan menjadi sangat mahal. Pangeran Diponegoro tidak pernah berhenti melawan. Pantang menyerah dan pantang ditangkap. Prajurit Pangeran Diponegoro siang malam selalu bergerilya dan membuat pusing pasukan belanda dan prajurit kraton Mataram. Korban demi korban dan kerugian demi kerugian terus menggerus pasukan musuh. Pangeran Dipogeroro selalu luput dari maut, dan tidak bisa ditangkap. Perang Diponegoro juga berimbas menyengsarakan rakyat Mataram, karena untuk menutupi ongkos peperangan Belanda menaikkan pajak dan memasak rakyat untuk membayar pajak. Orang - orang yang berani melanggar tidak membayar pajak memperoleh siksaan phisik dan rampasan harta benda dari pasukan belanda. Rakyat Mataram menjadi semakin membenci Belanda dan menyintai Pangeran Diponogoro yang melawan segala kebijakan Belanda dan Kraton Mataram. Hal ini menguntungkan pihak Pangeran Diponegoro karena di semua kawasan dan di kancah peperangan rakyat membantunya. Pasukan Belanda dan Prajurit Kraton menjadi semakin kecipuhan dan tiada daya. Kerugian - kerugian terus semakin menggerus.
Tawaran perundingan perdamaian dan mengahkiri peperangan yang merupakan tipu muslihat Belanda diterima Pangeran Diponogoro. Perundingan yang dilaksanakan di Kedu Magelang benar - benar mengahkiri Perang Diponegoro. Prajurit pengantar Pangeran Diponegoro dilucuti persenjataannya dan ditahan sementara Pangeran Diponegoro ditangkap dengan paksa. Oleh Belanda Pangeran Diponegoro kemudian dibawa ke pulau Selebes sekarang Sulawesi dan Pangeran Diponegoro diasingkan alias dibuang di Makasar. Belanda dan kraton Mataram menang karena tipu muslihat.
Sejak saat itu prajurit Pangeran Diponegoro menjadi tercerai berai. Yang tidak mau menyerahkan diri kepada Belanda dan kraton Mataran menjadi buronan. Banyak bekas prajurit Pangeran Diponegoro yang memilih menyerah dan memperoleh pengampunan, tetapi banyak pula yang tidak mau menyerah dan lari menjauh dari kraton Mataram dan terus berjuang melawan pemerintah kolonial Belanda. Salah satu prajurit yang tidak mau menyerahkan diri adalah Bardan. Bahkan Bardan masih berani berada di kraton Mataram. Dan tinggal di dekat Kepangeranan Diponegoro yakni di Tegalreja yang masih sangat dekat jarak dengan kraton Mataram. Bardan bahkan terus mengganggu dan menyederai pasukan Belanda dan prajurit Mataram. Kegiatan Bardan yang terus menerus menyedarai pasukan Belanda maupun prajurit Mataram di dengar Patih Danureja. Patih kraton Mataram yang sangat anti dengan Pangeran Diponegoro. Kegiatan Bardan yang mampu melompati tembok gedung dan benteng yang dibuat Belanda dan melakukan pencurian harta dan pengerusakan sangat membuat resah dan merugikan Belanda. Bardan menjadi semakin nekat melakukan pengrusakkan dan pencurian, dan Bardan tidak hati - hati ketika membagikan hasil curia kepada rakyat Mataram yang sedang sengsara, menjadikan jati dirinya diketahui Belanda dan kraton Mataram. Patih Danureja kemudian dengan geram memerintahkan agar Bardan ditangkap hidup atau mati. Bardan diburu siang malam. Bardan mulai kesulitan bersembunyi. Jati dirinya yang sudah diketahui pasukan Belanda dan prajurit Mataram, membuatnya sulit menghindar. Bardan terancam. Bardan pergi menjauh dari Mataram. Bardan berniat kembali ke desa asal.
Matahari tenggelam. Malam mulai menyelimuti. Bardan turun dari tebing menuju persawahan. Yang dituju Bardan adalah gubuk - gubuk yang ada di pinggir persawahan. Bardan yakin keberadaannya tidak akan diketahui orang desa. Bardan takut jika ada orang yang melihatnya, dan melaporkannya ke Mataram. Bardan akan dikejar. Walaupun keberadaannya kini sudah jauh dari Kraton Mataran dan tangsi pasukan belanda, tetapi Bardan masih takut untuk keberadaannya diketahui orang. Sebelum mendekati gubuk Bardan memperhatikan sekeliling. Sepi. Di langit bulan sabit redup agak tertutup mendung. Hamparan persawahan dengan padi yang tumbuh subur menguning dihiasi kerlap - kerlipnya jutaan kunang - kunang. Perasaan Bardam tiba - taba merasa damai melihat kerlap - kerlipnya kunang - kunang yang menutupi hamparan sawah. Rasa lelahnya semakin terasa. Bardan menghampiri Gubuk. Duduk. Kedua telapak kakinya ditepuk - tepukkan agar tanah dan pasir yang melekat di telapak kakinya hilang. Bardan merebahkan diri. Menyoba mentup mata. Belum lagi kelopak matanya tertutup Bardan dikagetkan oleh suara cekikikan seorang perempuan yang berasal dari gubuk yang letaknya tidak begitu jauh dari gubuk tempat Bardan rebah. Suara cekikikan itu kemudian ditimpali suara tawa seorang laki - laki. Kemudian telinga Bardan yang sudah sangat terlatih mendengarkan suara mendengar si perempuan berkata sambil tetap tertawa cekikikan : " Kang aku telanjang tidak kang ?" Dan disusul suara si lelaki : " Telanjang Nah. Biar aku leluasa meraba - raba tubuhmu." Lelaki itu kemudian tertawa juga. " Kang Gimin juga telanjang, ta kang. Biar aku anget kang Gimin telanjang ya kang !" Si perempuan balik meminta . " Ya ... ya ... sudah cepat copoti pakianmu !" Si lelaki suaranya semakin jelas. Sebentar kemudian terdengar suara gaduh dari dalam gubuk. Suara gaduh gubuk juga diselingi suara si perempuan yang melenguh - lenguh. " Yang keras kang genjotnya kang. Kalau kang Gimin genjotannya kuat aku makin enak kang. Ayo kang yang kuat !" Dan suara si lelaki menjadi menggeram - geram. " Kamu goyangkan pantan, Nah. Ayo Nah goyangkan pantatmu. Aduh ... gitu ... terus Nah." Dan si perempuan terus berceloteh. " Kang ... kang ... aaaahhh... edan ... edan ...kang ... enak banget... jangan brenti kang... aduuuh... aaahhh... !" Bardan ayem. Ternyata bukan orang yang membahayakan. Karena penatnya Bardan tidak ingin tahu lebih banyak yang terjadi di gubuk itu. Bardan memenjamkan mata. Bardan tertidur lelap.
masih ada kelanjutannya .........................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar