Candra Mawa
edohaput
4
Langkah Bardan semakin mendekati desa Tambi. Bardan melompat ke atas tebing gumuk. Padangan bisa langsung ke arah desa tambi tanpa terhalang pepohonan. Bardan bisa melihat satu - satunya rumah kokoh yang berdiri di atas gumuk. Jauh dan agak berada di sisi bawah dari rumah kokoh ini terdapat rumah - rumah warga Tambi. Walaupun dari kejauhan Bardan bisa melihat keasrian rumah kokoh ini. Di depan rumah terdapat pendapa yang di kelilingi taman. Jarak beberapa langkah dari pendapa dan dihubungkan dengan payon terdapat rumah induk yang besar. Rumah dengan dinding gedhek - gedhek bambu beratap genting tanah liat. Di belakang rumah induk dihubungkan dengan payon juga ada rumah dapur yang besar. Di belakang rumah dapur terhampar kebun seluas mata memandang. Kebun dengan penuh tanaman rempah dan berbagai tanaman obat. Kebelakang dari kebun dan selebihnya adalah lereng - lereng bukit yang penuh dengan pohon - pohon besar yang membuat desa tambi sangat indah dipandang dari kejauhan. Di rumah inilah Bardan dilahirkan dan dibesarkan oleh Nyi Tambi.
Nyi Tambi yang termashur di seantero Kadipaten Wonosobo sebagai peracik jamu dan pembuat obat - obatan menjadikan Bardan yang tumbuh perkasa dengan postur tubuh gagah, kokoh dan kuat dikenal orang. Satu hari datang berobat seorang punggawa Keraton Mataram dan menawari Bardan untuk mengabdi sebagai prajurit keraton. sejak saat itulah bardan menjadi prajurit keraton Mataram. Belum lama Bardan tergabung dalam prajurit Patang Puluhan pecah perang Pangeran Diponegoro. Perang Diponegoro diawali adanya sengketa yang dibuat oleh pemerintah Belanda yang akan membangun rel kereta api melewati makan leluhur Pangeran Diponegoro. Kehendak Belanda ini didukung oleh pihak keraton, terutama oleh Ki Patih Danureja yang sangat bersekongkol dengan Belanda. Sengketa tidak bisa diredam ahkirnya timbul perang. Pangeran Diponegoro dengan para pengikutnya terus dan terus mengadakan perlawanan. Perlawanan ini diawali dengan mencabuti patok - patok yang jalan yang berada di makam leluhur Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro menjadi buruan Belanda dan prajurit Mataram yang dimpin Ki Patih Danureja. Pangeran Diponegoro pergi dari Dalem Kepangeranan diikuti para prajuritnya berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat lain yang jauh dari jangkauan prajurit Belanda dan prajurit keraton Mataram dan terus melakukan gerilya perlawanan. Bardan yang memang dari sejak semula mengabdi sebagai prajurit keraton tidak suka dengan kebijakan - kebijakan pemerinta Belanda yang menyengsarakan rakyat, membelot dan menjadi pengikut Pangeran Diponegoro. Bardan direkrut oleh Pangeran Diponegoro menjadi prajurit telik sandi. Prajurit yang bertugas menyamar sebagai petani untuk mengetahui kapan dan dimana pasukan belanda dan pusakan keraton sedang lengah. Perangpun terus berkobar. Kerugian demi kerugian terus diderita Belanda dan Kraton.
Bardan hanya bisa menatap rumah kokoh, asri dan yang selalu dirindukannya. Rumah dimana mboknya dan bapaknya berada di dalamnya bersama para cantrik perjaka - perjaka dan perawan - perawan desa yang membantu meracik jamu dan obat. Rumah yang selalu banyak dikunjungi orang untuk mendapatkan kesembuhan dari sakit. Rumah yang sangat menenteramkan kalbunya. Kini menjadi rumah yang hanya bisa ditatapnya dari kejauhan. Bardan sangat tahu dirinya yang sekarang menjadi buron pasukan Belanda dan prajurit keraton yang pasti juga akan selalu menyambangi rumahnya. Bardan belum berani mendekati rumahnya. Bardan takut kepulangannya justru akan menyulitkan mboknya dan bapaknya. Bardan sangat percaya kalau pasukan keraton mataram dan pasukan belanda pasti akan mengubernya sampai ke desa Tambi. Bardan sangat tahu pula terhadap dirinya yang telah sangat banyak merugikan tangsi Belanda tidak akan begitu saja dilupakan oleh para pasukan Belandan dan prajurit keraton. Selepas Pangeran Diponegoro dapat diperdaya dengan cara ditipu diajak berunding kemudian ditangkap yang mengahkiri perlawanan beliau, banyak prajurit Pangeran Diponegoro yang ditangkapi dan dipenjarakan. Banyak pula yang menyerahkan diri. Tetapi tidak sedikit pula yang tercerai berai lari menjauh dari kawasan Mataram. Salah satunya adalah Bardan.
Hari menjelang sore. Perut Bardan yang telah dikenyangkan dengan daging kelapa muda membuat dirinya ingin turun ke kali di bawah gumuk. Kali dengan air yang bening dan ditinggali ikan - ikan yang hidup tidak terganggu. Bardan ingin menyegarkan tubuhnya. Langkahnya menuruni tebang tiba - tiba terhenti. Bardan terkesiap. Jantung berdetak keras dan kakinya gemetar. Matanya menatap tubuh seorang perawan tersandar di batu besar miring dengan kain yang menutupi tubuhnya disana - sini terobek - sobek. Bardan menatap tubuh lunglai di pinggir kali. Siapa gerangan orang ini. Mengapa sampai berada disini. Ditempat yang tidak mungkin dikunjungi orang selain dirinya saat ini. Setelah sedikit reda terkejutnya Bardan terus menuruni tebing dan mendekatinya. Mengapa ada perawan secantik ini berada disini. Bardan jongkok di samping perawan pingsan dan terus mengamati. Cantik. berkulit bersih. Disana - sini kainnya sobek. Bardan bisa melihat kain yang menutupi dadanya tidak terpasang sempurna, sehingga Bardan bisa dengan sangat jelas melihat dada perawan cantik ini yang tegak berdiri menggunung di balik kainnya yang sobek. Kain yang membalut bagian bawahnya juga sobek - sobek di bagian paha. Mata Bardan menjadi bisa melihat sebagian kaki sampai ke paha perawan pingsan ini. Kaki yang panjang, bersih, putih dan nampak terawat dan disana - sini berlepotan lumpur. Bardan bisa mengira - ira tubuh perawan yang tegolek di hadapannya ini belum genap berusia lima belas tahun. Wajah cantiknya sedang menyiratkan adanya ketakutan dan ketegangan. Matanya tertutup rapat. Bibirnya yang tipis sedikit menganga, menampakkan sebagian giginya yang tersusun rapi. Rambut hitamnya terurai menjuntai menutupi bahu kirinya. Bardan terkesima. Bardan menyoba memegang pundaknya. Sedikit dipijitnya. Tidak ada reaksi. Hanya dadanya saja yang terus terlihat membusung - busung menandakan perawan ini masih bernapas. Apa yang harus dilakukan. Bardan sejenak bingung. Kebingungannya hanya berlangsung sesaat. Bardan segera melompat kembali ke atas gumuk. Papasnya dengan pedangnya beberapa pelepah daun kelapa. Ditatanya di atas rerumputan. Kembali menuruni tebing dan mengangkat tubuh perawan pingsan dibawa ke atas gumuk dan ditidurkan telentang di atas pelepah daun kelapa yang sudah ditata. Sambil terengah Bardan mengawasi perawan yang tergolek di hadapannya. Ini pasti bukan perawan kebanyakan. Parasnya cantik bersih. Walaupun kainnya disana - sini robek - sobek tetapi bukan kain yang dimiliki orang kebanyakan. Lalu siapa gerangan perawan molek ini. Mata Barda mengawasi mulai dari wajahnya, dadanya yang indah, perutnya yang rata nampak kempis, kakinya yang panjang dan hanya tertutup sampai di atas lutut karena kainnya sobek. Bardan menelan ludah. Kelelakiannya tergoda. Tubuh indah perawan berparas cantik tersedia di hadapannya. Ditempat yang tidak mungkin diketahui orang. Hari semakin sore matahari sudah mengglewang ke barat, dan sinarnya sudah mulai tertutup pepohonan. Bardan segera melepas kain jarit yang ditalikan di pinggangnya. Dipandanginya tubuh molek yang tergolek lemas di atas kasur pelepah daun kelapa. Tubuh perawan yang sangat indah. Tonjolan di dadanya sangat kentara. Kain di bagian dadanya yang sobek dan tidak terpasang tidak pada tempatnya menyebabkan sebagian gundukan dadanya yang putih, menggoda mata Bardan. Ingin rasanya Bardan membuka kain yang menutupi dadanya. Dan ingin juga Bardan mengelus dada yang begitu indah menggiurkan. Bardan melepas ikat kepalanya yang menutupi kepalanya. Bardan berjongkok di samping tubuh molek yang dadanya sebentar membusung sebentar mengempis seirama napasnya yang tidak teratur. Diselimutkan kainnya di atas tubuh perawan pingsan, dan dipakaikannya ikat kepala di kepala perawan yang tergolek menggoda di hadapannya. Kemudian Bardan menutupkan pelepah daun kelapa di atas tubuh perawan yang telah sempat membuat kelelakiannya tergugah. Bardan ingin tubuh perawan yang ditemukannya ini hangat dan kemudian akan siuman. Jika tidak segera siuman, nanti Bardan akan mengguyurkan air kelapa muda di wajah perawan yang belum diketahui asal - usulnya ini.
Matahari telah hilang di balik rindangan pepohonan. Gelap berangsur menyelimuti gumuk dimana Bardan berada. Rembulan bulat merah muncul dari balik pepohonan. memancarkan cahaya terang. Bardan yang duduk agak jauh sambil terus mengawasi jangan - jangan perawan molek ini sudah siuman.
Rembulan terus meninggi dan memancarkan sinar semakin terang. Perawan molek terlentang di atas kasur pelepah daun kelapa terbatuk - batuk. mengaduh dan kemudian menangis tersedu.
masih ada kelanjutannya .........................
Matahari telah hilang di balik rindangan pepohonan. Gelap berangsur menyelimuti gumuk dimana Bardan berada. Rembulan bulat merah muncul dari balik pepohonan. memancarkan cahaya terang. Bardan yang duduk agak jauh sambil terus mengawasi jangan - jangan perawan molek ini sudah siuman.
Rembulan terus meninggi dan memancarkan sinar semakin terang. Perawan molek terlentang di atas kasur pelepah daun kelapa terbatuk - batuk. mengaduh dan kemudian menangis tersedu.
masih ada kelanjutannya .........................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar