Rabu, 13 November 2013

Candra Mawa 

                                                                                              edohaput 


25

setelah sesiang Bardan memacu kudanya tanpa berhenti,  melewati jalan - jalan pedusunan yang sepi, karena tidak ingin bertemu dengan rombongan prajurit kepatihan yang telah lebih dulu berangkat dari Mataram, Bardan sampai di Tambi. Bardan memperlambat laju lari kudanya. Bardan sempat tertegun. Ternyata di Tambi tidak ada sesuatu yang istimewa. Di kiri kanan jalan menuju Tambi orang dengan tenang bekerja di tegalan. Tidak ada suasana mencurigakan. Bardan berpikir, pasukan dari Kepatihan belum masuk Tambi. Mengalir rasa tentram di perasaan Bardan. Bardan menghentikan kudanya dan turun dari pelana, memberi kesempatan kudanya minum dan menikmati rumput segar di pinggir jalan. Sengaja Bardan tidak segera memasuki desa Tambi. Sambil duduk di pinggir jalan mengawasi kudanya makan, Bardan mengamati suasana desa. Setelah yakin di desa tidak ada terjadi sesuatu, kembali Bardan berada di punggung kudanya dan berjalan memasuki desa. Bardan yang tidak mengenakan kain keprajuritan Kepangeranan, melainkan hanya mengenakan kain layaknya orang pedusunan lagi kepalanya ditutup dengan caping, kedatangannya di Tambi tidak mengundang perhatian warga. 
Di Pondok Tambi Daruni sedang sibuk dengan para pasien yang datang berobat. Daruni yang sibuk membuat tidak perhatian terhadap dirinya. Kain bawahnya yang banyak tersingkap karena banyak berjalan kesana kemari membuat pahanya yang bersih putih terlihat oleh mata orang yang di dekatnya. Untung saja yang berada dekat  Daruni adalah para pasien yang sedang menderita sakit. Seandainya yang di dekat orang - orang yang sedang sehat pasti akan memelototi tanpa berkedip paha Daruni. Juga kancing baju di bagian dada yang terlepas tidak diperhatikan oleh Daruni. Ini membuat keranuman payudara Daruni bisa diintip orang tatkala Daruni membungkuk. Pipi Daruni yang kemerah - merahan karena banyak bergerak menjadikan kecantikan Daruni di siang ini nampak sempurna. Tidak ada orang memperhatikan ini kecuali Jambul yang sedari saat Daruni sibuk selalu menyuri pandang. Jambul yang diminta Daruni membantunya melayani pasien hanya bisa terus deg degan. Jantung berdegup. Napasanya berdebur. Jambul menjadi tidak konsentrasi dan banyak melakukan kesalahan. Diminta membantu mengambil air hangat yang diambil pisau dapur. Diminta menyiapkan tikar untuk pasien berbaring yang disiapkan air dalam panci. Ini membuat Daruni marah. Kemarahan Daruni tidak membuat Jambul kecut, melainkan malah membuat Jambul semakin terpesona. Karena mulut mungil Daruni yang cemberut, dan pipi merah saat marah, serta mata bulat yang semakin membelalak membuat Daruni menjadi semakin nampak cantik saja. Jambul cantrik perjaka yang sudah menjalin cinta dengan Pini cantrik perawan paling cantik di pondok Tambi sejak kedatangan Daruni di pondok matanya tidak pernah mau lepas memandangi Daruni. 
" Mbok, orang itu menderita sesak napas, deg degan jantungnya pelan, kakinya bengkak - bengkak dan wajahnya pucat, dan matanya membasah." Dengan setengah membungkuk Daruni menyampaikan kalimat ini kepada Nyi Tambi yang juga sedang sibuk dengan pasien. Tanpa menoleh ke arah Daruni Nyi Tambi memberitahukan ramuan apa yang mesti diberikan kepada pasien. " Berikan ramuan serbuk benalu mangga, dan serbuk kulit kayu cemara dengan takaran lebih dan campurkan dengan serbuk biji pandan segara dengan takaran biasa. Sedu dengan madu bunga mawar dan air hangat." Sekejap saja Nyi Tambi melirik ke arah Daruni. Sempurna kecantikanmu Daruni. Setiap kali matannya menatap Daruni, Nyi Tambi tidak bisa tidak mengakui kecantikan Daruni yang begitu sempurna. Nyi Tambi bahkan pernah berpikir Daruni adalah bidadari yang sedang didekatkan kepada dirinya. Tanpa menunggu perintah agar dirinya segera pergi menyiapkan ramuan, Daruni segera membalikkan tubuh dan meninggalkan Nyi Tambi. Melangkah dengan tergesa menuju kamar obat, diikuti jambul yang Jambul yang melangkah tergopoh sambil hidungnya menyari - nyari bau wangi tubuh Daruni.
Matahari sudah miring ke barat. Cahayanya tidak lagi menyengat. Sinarnya yang menerobosi rimbunnya daun pepohonan jatuh di halaman pondok Nyi Tambi yang mulai sepi karena pasien yang telah terlayani meninggalkan pendopo pondok. Bardan yang tidak melepas capingnya, menuntun kudanya menuju pondok bagia belakang. Kedatangan Bardan tidak menarik perhatian orang - orang yang ada di pendopo pondok. Orang mengira Bardan adalah juga pasien yang baru datang. Sebentar kemudian terdengar suara gaduh dari rumah pondok belakang. Para cantrik perawan dan para cantrik perjaka ribut saling berteriak. " Den mas Bardan pulang ! Den mas Bardan pulang ! Nyi ... Ki ... Den mas Bardan pulang !" Suara gaduh ini didengar Daruni yang sedang berbenah diri sehabis mandi sore. Daruni menghentikan kegiatan dan telingannya di pasang untuk mendengarkan suara gaduh. Apa yang didengarnya tidak dipercaya oleh pikirannya. Kang Bardan pulang ? Daruni tidak bisa percaya. Tetapi suara gaduh semakin jelas. Daruni menjadi percaya. Daruni percaya kemudian berjingkrak. Kang Bardan pulang. Tanpa meperhatikan kainnya yang dikenakan belum sempurna Daruni segera keluar dari kamar. Dilihatnya oleh matanya yang berada pada antara percaya dan tidak Bardan sedang dikerumuni para cantrik. Daruni menjadi tidak sabar dibawanya tubuhnya berlari dan segera tanpa malu - malu ditubruknya tubuh Bardan. Daruni tidak bisa berkata - kata hanya air mata kegembiraannya yang tampak meleleh di pipinya. Mulutnya yang mungil tersenyum lebar menampakkan barisan giginya yang rapi. Daruni memeluk tubuh Bardan seolah tidak mau lepas. Menyaksikan tingkah Daruni, Jambul memberengut perasaannya tiba - tiba dialiri api yang membara membuat panas di dadanya. Pini cantrik perawan pacar Jambul tersenyum geli melihat Jambul memberengut cemburu. Pini bisa membayangkan betapa panas hatinya Jambul. Pini sangat gembira dengan kedatangan den mas Bardan. Karena dengan kedatangan den mas Bardan, Jambul pacarnya tidak akan lagi berusaha terus mendekati Daruni dan melupakan dirinya. 
Suasana rumah tengah yang merupakan rumah induk pondok tiba - tiba mencekam. Kecuali roman muka Nyi dan Ki Tambi yang tetap tenang, wajah - wajah tegang para cantrik sangat nampak pada hari menjelang petang ini. Tidak terkecuali wajah cantik Daruni yang berubah menjadi wajah yang menggambar kecemasan perasaannya. Selesai menuturkan akan datangnya para prajurit dari kepatihan yang akan merangket Nyi dan Ki Tambi Bardan yang duduk menghadap mbok dan bapaknya,  disampingnya duduk bersimpuh Daruni, dan di deretan belakangnya duduk para cantrik yang wajahnya hanya bisa menunduk, kemudian diam menunggu perintah dari mbok dan bapaknya. Setelah beberapa saat menjadi sunyi karena masing - masing diam. Dan di pikiran berkecamuk membayangkan apa yang bakal terjadi jika para prajurit kepatihan benar - benar datang. " Baik ... ! Bardan, Runi dan para cantrik. Dengarkan, camkan dan laksanakan !" Suara Nyi Tambi memecah keheningan. Suara Nyi Tambi yang terdengar begitu asing di telainga para cantrik. Nyi Tambi tidak pernah bersuara demikian. " Bardan ... Kamu bawa pergi Daruni. Aku percaya kamu bisa ! Jangan cemaskan bapa dan biyungmu ini. Pergilah menjauh dari pondok ! Kamu Jambul dan para cantrik ! Layani para pasien di rumah kalian. Jangan ada orang di pondok ini. Laksanakan sekarang jangan menunggu malam tiba !" Selesai dengan kalimat yang mencengangkan semua yang ada di ruang tengah pondok Tambi ini, Nyi Tambi berdiri dan berjalan menuju kamar diikuti langkah Ki Tambi di belakangnya. 
" Kang ... " Suara Daruni terdengar memelas. " Bungkus kainmu secukupnya. Kita segera pergi, Runi !" Bardan membimbing Daruni ke kamarnya agar segera membungkus beberapa kain. Jambul dan para cantrik segera terlibat dengan kesibukkannya untuk meninggalkan pondok. Pasien yang dirawat inap dipindahkan ke rumah jambul yang hanya berjarak beberapa ratus langkah dari pondok. Tidak ada kata, tidak ada bicara para cantrik sibuk bekerja. Di antara kesibukannya Jambul masih sempat panas hati ketika melihat Daruni dan Bardan di punggung kuda dan segera meninggalkan pondok. Jambul masih sempat melongo ketika disaksikannya di atas punggung kuda Daruni memeluk erat Bardan yang segera menarik kendali untuk memacu lari kudanya. 
Malam telah membuat halaman pondok Nyi Tambi gelap. Pondok begitu sepi setelah ditinggalkan para cantrik. Kedatangan Legiman disambut Nyi dan Ki Tambi di pendopo yang hanya diterangi cahaya redup lampu minyak. Legiman tanpa menunggu napasnya yang masih agak tersengal karena seharian di punggung kuda yang dipacu cepat segera menuturkan maksud kedatangannya. Memberitahu Nyi dan Ki Tambi tentang esuk akan datang prajurit kepatihan yang akan merangket Ki dan Nyi Tambi,  dan membawa Daruni ke kepatihan. Legiman meminta Nyi dan Ki Tambi mengijinkan Daruni akan dibawanya pergi untuk diselamatkan dari kekejaman Tumenggung Suro Blasah. " Trimakasih nak Legiman telah bersusah payah, jauh - jauh dari Sawang Argo datang ke Tambi. Yang benar kami sudah tahu semua. Dan Daruni sudah diungsikan oleh Bardan. Nak Legiman tidak perlu kawatir. Daruni sudah berada di tangan orang yang bisa melindunginya. Saranku saja nak Legiman ... Nak Legiman malam ini juga harus meninggalkan Tambi. Jika tidak nak Legiman akan menemui celaka, jika nanti ada yang tahu nak Legiman mengkhianti Tumenggung Suro Blasah." Mendengar tuturan Nyi Tambi ini Legiman menjadi sangat kecewa. Jasa baiknya kepada Nyi dan Ki Tambi menjadi tidak berharga. Kekecewaan yang berlebih - lebih adalah karena dirinya tidak bisa bersama Daruni. Sudah terbayangkan sebelumnya Daruni akan dibawa pergi jauh dari pondok. Juga jauh dari Sawang Argo. Legiman berketetapan membawa Daruni sampai ke ujung dunia dimana tidak ada lagi nama Suro Blasah. Tidak ada lagi ancaman - ancaman dari Mataram. Legiman akan membawa Daruni ke sebuah tempat yang sunyi dan menentramkan. Darunim akan dibahagiakannya. Legiman sudah berangan - angan Daruni akan sangat berterima kasih terhadap dirinya yang bisa menyelamatkan dari kekejaman Suro Blasah. Ahkirnya Daruni mau dan rela dicumbunya. Legiman akan berpuas - puas menciumi bibir mungil Daruni. Dirinya akan berpuas - puas memeluk - meluk tubuh lunglai yang pasrah untuk diperbuat apa saja. Dirinya akan terus dan terus mencumbu Daruni yang sangat dirindukan. Yang sangat disukainya. Daruni yang selalu terbayang di pelupuk matanya. Ranum dadanya, mulus kaki panjangnya, wangi rambutnya yang lepas terurai. Daruni yang hari ini membuatnya semplah, kecewa dan putus asa.

masih ada kelanjutannya .......................




Tidak ada komentar:

Posting Komentar