Selasa, 26 November 2013

Candra Mawa 

                                                                                               edohaput

 27

Para prajurit dengan pedang tetap terhunus membuat lingkaran mengitari Tumenggung Suro Blasah dan Nyi Tambi. Suro Blasah dengan pedang besar di tangan bersiap untuk membuat Nyi Tambi tidak berdaya. " Baik saudara - saudaraku ... ! Jika aku kalah melawan Tumenggungmu, aku dan Ki Tambi bersedia dirangket. Sebaliknya jika Suro Blasah Tumenggung kalian ini kalah, Kalian harus segera meninggalkan Tambi dan tidak akan lagi mengganggu kehidupan di Tambi. Bagaimana Suro ? Kamu menerima ini ?" mengucapkan ini Nyi Tambi sambil terus menatap tajam Suro Blasah. Nyi Tambi kawatir Tumenggung Suro Blasah akan menyerangnya dengan pedang dengan tiba - tiba sebelum dirinya siap. " Omonganmu tidak berarti bagi aku perempuan gaek ! Hari ini aku mau merangketmu dan membawa kalian ke Mataram untuk dihukum, karena anakmu selalu membuat onar di Mataram ...!" Berkata demikian Suro Blasah sambil menggerak - gerakkan pedangnya dan kakinya bersiap menjejak tanah untuk menyerang Nyi Tambi. Melihat gelagat ini Nyi Tambipun bersiap menerima serangan yang bakal datang. Benar ... tiba - tiba Suro Blasah menjejak tanah tubuhnya segera terlempar ke depan ke arah Nyi Tambi sambil mengayunkan pedang mengarah ke leher Nyi Tambi. Dengan gesit Nyi Tambi surut selangkah ke belakang dan menundukkan kepalanya. Pedang besar tajam Suro Blasah mengenai ruang kosong di atas kepala dan membelah udara menimbulkan suara berdesis. Karena pedangnya yang diayun dengan penuh tenaga kemarahan hanya mengenai ruang kosong membuat tubuh Suro Blasah yang tinggi besar menjadi membungkuk. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Nyi Tambi dengan mengangkat kaki kanan dan dijejakkan tepat di dada Suro Blasah. Dengan kekuatan penuh tumit Nyi Tambi mendorong dada Suro Blasah dengan kuat. Suro Blasah yang tidak mengira Nyi Tambi akan menendangnya kaget dadanya terkena sodokan tumit Nyi Tambi dengan kuat. Suro blasah limbung dan terjerembap di tanah. Dadanya terasa sesak. Malu untuk berlama - lama terjerembab di tanah, walaupun nyeri di dadanya sangat terasa Suro Blasah segera bangun. Melompat dan dengan kekuatan penuh pedangnya di ayun ke arah perut Nyi Tambi. Suro Blasa memperkirakan jika Nyi Tambi menghindari pedangnya dengan membungkuk lagi justru kepalanyalah yang akan kena pedangnya. Dan kepala Nyi Tambi akan terbelah. Dugaan Suro Blasah salah. Melihat pedang Suro Blasah datang ke arah perut, Nyi Tambi dengan ringannya melenting ke atas laksana terbang di udara. Pedang Suro Blasah bersiut lewat di bawah kakinya yang sedang mengambang di udara. Tubuh Suro Blasah yang dengan tenaga penuh mengayun pedang lagi - lagi menjadi terhuyung karena pedangnya hanya membelah udara. Nyi Tambi tidak menyia - nyiakan kakinya yang berada dekat dengan kepala Suro Blasah. Kembali tumit kakinya menjejak, dan kali ini mengenai pelipis kepala Suro Blasah. Suro Blasah limbung dan jatuh di tanah. Kepala terasa sangat pusing. Padangan matanya berkunang - kunang. Rasa pusing di kepalanya dan matanya yang berkunang dikalahkan oleh rasa marah dan rasa malu dengan mudah dipencundangi oleh Nyi Tambi. Kepalanya yang masih sangat pusing dan matanya yang berkunang - kunang dibawanya bangkit dan dengan membabi buta diayun - ayun, ditebas - tebaskannya, serta ditusuk - tusukkannya ke arah tubuh Nyi Tambi. Semua luput. Kecuali karena ngawur juga karena Nyi Tambi terus berkelit dengan gesit dan ringan. Sampai ahkirnya pedang Suro Blasah berpindah di tangan Nyi Tambi dan sekali lagi Suro Blasah bisa kena tendangan kaki Nyi Tambi. Dan tendangan terahkir Nyi Tambi mengenai dagu suro blasah. Membuat Suro Blasah terpental dan jatuh di tanah tidak bisa bangun lagi. Dengan tenang Nyi Tambi memndekati tubuh Suro Blasah yang terlentang jrebabah di tanah halaman pendopo pondok Nyi Tambi. Pedang di tangan Nyim Tambi di sodokkan di leher Suro Blasah. " Saudara - saudaraku para prajurit ! Apakah selayaknya saya menghabisi nyawa Suro Blasah ini ?" Kalimat Nyi Tambi ini didengar semua prajurit. " Jangan Nyi ... ampuni ... Ampuni Tumenggung kami Nyi ...!" Teriak salah satu prajurit, yang kemudian disusul suara gaduh. " Benar ...Nyi ... ampuni kami ... kami akan segera pergi. Ampuni Tumenggung Suro Blasah Nyi ... Maafkan Nyi ... Kami sudah merasa kalah ...!" Teriak para prajurit sambil menyarungkan pedang - pedang mereka di pinggang. Para Prajurit segera memapah tubuh Suro Blasah dan menaikkannya di atas punggung kuda. Dengan segera para prajurit segera memacu kuda - kuda mereka meninggalkan pondok Tambi. Bersamaan dengan ini tiba - tiba ada suara sorak - sorai dari para warga Tambi yang sejak dari tadi melihat peristiwa di halaman pondok dari balik  semak - semak yang ada di dekat halaman pondok Tambi. " Hidup Nyi Tambi ... hidup Nyi Tambi ... Hidup Nyi Tambi ... " Teriak warga sambil muncul dari balik semak - semak. 
Jambul dan para cantrik perjaka dan para cantrik perawan berlarian mendapati Nyi Tambi yang masih berdiri menyaksikan kepergian para prajurit yang membawa Suro Blasah pergi. Pini cantrik perawan pacar Jambul berlari di belakang jambul. Kain bawahnya di angkat tinggi - tinggi sehingga pahanya  bisa dilihat orang dengan jelas. Begitu juga yang dilakukan para cantrik perawan. Yang dilakukan oleh para cantrik perawan menjadi pemandangan indah orang - orang. Para cantrik kemudian mengikuti langkah Nyi dan Ki Tambi menuju pendopo. 
Lain lagi yang ada di pikiran jambul. Di benak Jambul terbayang Daruni. Alangkah senangnya Daruni jika dia ikut menyaksikan peristiwa tadi. Sayangnya Daruni tidak ada. Tiba - tiba rasa cemburunya menyesak di dada. Sedang apa Daruni sekarang. Pergi bersama Bardan. Sedang diapakan Daruni sekarang oleh Bardan. Terbayang pula di benak jambul, Daruni sedang berada di hutan yang sepi bersama Bardan. Daruni sedang peluk Bardan. Di atas rumputan yang terhampar di pinggir hutan Daruni sedang ditindih Bardan. Kain - kain Daruni satu - satu dilucuti Bardan. Daruni malah pasrah dan keduanya segera bergumul di atas rumputan beralas kain yang telah lepas dari tubuh Daruni. Membayangkan ini Jambul menjadi panas hati. Dadanya bagai terbakar bara. Matanya berkaca - kaca dan napasnya memburu. Giginya bergemeretak dan mulutnya berkomat - kamit. " Kang ... ayo kang ... sudah aman ... ayo kang !" Tangan Pini menarik tangan Jambul. Lamunan Jambul jadi membuyar. Jambul tidak sadar ketika tangannya terus ditarik Pini dan langkahnya berahkir di kamar Pini. " Kang ... ayo kang ... aku kepingin ... " Tangan Pini nakal menggerayangi milik Jambul. 

masih ada kelanjutannya ..............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar