Selasa, 01 Oktober 2013

Candra Mawa 

                                                                                             edohaput


18

Hari masih pagi. Sinar matahari hangat menerobos celah - celah rimbunya dedaunan pohon di sekitar pondok Nyi Tambi. Angin tidak bertiup. Dedaunan tidak bergerak. Suara kicau burung saat menjelang matahari terbit sudah mulai berkurang. Sesekali terdengar kokok ayam liar yang hanya sayup - sayup. Hangat matahari mulai menguapkan embun yang masih banyak menempel di dedaunan perdu. 
Para cantrik perjaka dan cantrik perawan dengan masing - masing menenteng keranjang berangkat beriring menuju kebun obat. Tembang - tembang merdu dari mulut para cantrik perjaka menghiasi suasana cerah kebun obat. Celoteh saling memunculkan kalimat - kalimat lucu keluar dari  mulut - mulut mungil  para cantrik perawan. Pagi cerah yang menyenangkan.
Mengikuti langkah Nyi Tambi, Daruni berjalan di belakang Nyi Tambi menuju gandok atau kamar obat. Sampai di depan kamar obat Nyi Tambi mengulurkan kunci ke tangan Daruni. " Buka dan masuk, Runi !" Halus Nyi Tambi memerintah Daruni. Daruni yang di tangannya sudah ada kunci ragu. Matanya malah menatap mata Nyi Tambi. Nyi Tambi tersenyum dan mengangguk. Daruni tanggap dan segera memasukkan batang kunci besar berwarna hitam kelubangnya. Pintu terbuka. Yang pertama - tama dirasakan oleh Daruni, membaui aroma empon - empon dan aroma rempah - rempah. Daruni masih berada di depan pintu. Matanya menyapu ke dalam ruangan. Yang tampak di matanya kuali - kuali bertutup terbuat dari tanah liat berjajar di rak - rak kayu. Puluhan kuali - kuali rapi tersusun di rak yang berjajar memenuhi ruangan. Daruni melangkah masuk ruang diikuti Nyi Tambi. " Mulai hari ini, kamulah yang harus merawat kamar obat ini, Runi." Mendengar kalimat Nyi Tambi ini, Daruni kemudian menghentikan langkah, dan matanya kembali manatap mata Nyi Tambi. Nyi Tambi tersenyum lembut. " Jaga kebersihannya. Jangan ada semut atau hewan kecil lainnya ada di ruangan. Apalagi tikus." Daruni melihat ruangan yang memang bersih rapi. Tidak ada semut dan tidak ada serangga kecil lainnya. " LaLat, semut, kecoa tidak akan tahan di ruangan ini, Runi. Tetapi jika ruangan ini kotor semua dan lain - lain akan suka. Maka jangan biarkan ruangan ini kotor." Nyi Tambi mengambil satu kuali. Membukanya. Menunjukkan ke Daruni. Kemudian mendekatkan ke hidung Daruni. Daruni melihat ke dalam kuali.  Ada bubuk halus. Daruni menangkap sorot mata Nyi Tambi yang meminta dirinya untuk mengatakan bubuk apa yang ada di dalam kuali. " Bubuk kencur, mbok " Daruni menuruti permintaan Nyi Tambi. Nyi Tambi mengambil kuali lain dan berbuat sama kepada Daruni. Daruni tanggap. " Lempuyang, mbok." Daruni paham dengan bau - bau empon - empon. Kuali - kuali yang berisi bubuk - bubuk empon diketahui Daruni. " Lengkuas, mbok." Daruni terus menjawab ketika bau bubuk - bubuk di dalam kuali ditunjukkan Nyi Tambi. " Kapulaga, mbok." Daruni tiba - tiba mengerinyitkan dahinya ketika Nyi Tambi membuka kuali yang baunya sulit dikenali Daruni. Daruni menyoba mengingat tetapi tidak ketemu. " Ini bubuk akar rumput teki, Runi. Ini bisa dicampur dengan bubuk biji nyamplung, dan bubuk akar putri malu. Orang yang menderita sakit lemas - lemas badan, suka ngantuk, pandangan kabur, dan tidak memiliki tenaga bisa disedukan campuran bubuk  - bubuk ini." Nyi Tambi terus menunjukkan kuali - kuali. Dan setiap kali Daruni tidak bisa mengatakannya. Nyi Tambi yang menjelaskan. " Kenali semua isi kuali - kuali ini, Runi. Satu hari nanti aku akan memberitahu kamu cara meramu jamu - jamu ini agar menjadi obat bagi orang - orang yang datang karena sakit. Kenali semua bau yang ada di kuali - kuali ini. Tandai dengan potongan lidi jika kamu tidak mengenalinya. Besuk akan aku beritahukan itu bubuk apa. Dan apa kegunaanya." Berkata begitu Nyi Tambi menepuk halus pundak Daruni dan membalikkan badan melangkah meninggalkan Daruni sendirian di ruang jamu. Nyi Tambi menutup pintu. Daruni mengangkat kuali - kuali, membuka tutupnya dan mengenali baunya. Banyak isi kuali yang tidak dikenali Daruni. Setiap kali tidak mengenali baunya Daruni meletakkan potongan lidi di atas tutup kuali.
Gerimis kecil membuat udara malam menjadi dingin kekes. Daruni yang penat dan agak pusing karena membaui bubuk - bubuk jamu menyebabkan matanya sulit terpejam. Kerinduannya kepada Bardan yang selalu muncul saat menjelang tidur menjadi semakin memuncak. Terbayang di benak Daruni wajah Bardan yang tampan. Badan Bardan yang kokoh kuat. Masih dapat dirasakan tangan Bardan yang mencengkeram pahanya ketika dirinya digendong dan diajak lompat - lompat di antara batu - batu kali yang teronggok. Masih bisa dirasakan ketika tangan Bardan tidak sengaja menyentuh miliknya ketika Bardan memperbaiki gendongannya. Masih juga bisa dirasakan tangan Bardan yang menyentuh gunung kembarnya saat membopongnya. Daruni ingin yang seperti itu terulang lagi. Ingin dirasakannya lagi. Tidak terasa dan tidak disadari tangan Daruni telah menelusup di gunung kembarnya. Diusap - usapnya, diremas - remasnya. Di dalam pikirannya Bardanlah yang lagi mengusap dan meremasgunung kembarnya. Dan tangan yang satunya telah pula menyelusup dan berada di tengah - tengah pangkal pahanya. Terbayang Bardanlah yang melakukannya. Daruni merintih lirih. Daruni menggeliat - geliat. Paha Daruni merapat - rapat menjepit tangannya yang ada di tengah pangkal pahanya. Daruni mendesah tertahan. Daruni menjerit pelan tertahan. Dari mulut mungilnya muncul nama Bardan yang diucapkan lirih penuh getaran. Tubuhnya menggigil dan bergetar. Seluruh tubuhnya tiba - tiba merasakan nikmat yang tidak diketahui dari mana asalnya. Jari - jarinya yang berada di miliknya menjadi basah. Daruni terkulai lemas. Daruni merasa malu kepada dirinya sendiri. Dan bayangan Bardan yang sedang menindih tubuhnya tiba - tiba hilang.

masih ada kelanjutannya ....................

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar