Candra Mawa
edohaput
21
Rasa sakit hati terasa sangat menyesak di dada. Tumenggung Suro Blasah sangat tahu kalau perbuatan Bardan lah yang selalu menyebabkan dirinya kena marah Ki Patih Danureja. Perbuatan Bardan yang terahkir memasuki benteng tangsi Belanda dan menyuri kepingan emas ketika ada pesta peringatan berahkirnya perang Diponegoro, membuat Suro Blasah memperoleh malu yang amat sangat. Ketika bibirnya ditendang Ki Patih yang marahnya tidak terkendali membuat dirinya sangat terhina. Ketika pentung kayu rotan dipukul - pukulkan Ki Patih di jidatnya membuat dirinya seolah binatang tidak berharga. Air ludah yang diludahkan Ki Patih dengan rasa sinis dan jatuh di wajahnya membuat dirinya tidak lagi sebagai manusia yang patut hidup di muka bumi. Rasa sakit yang menyesak bagai meledakkan dadanya. Ingin rasanya Tumenggung Suro Blasah ketemu dengan Bardan dan mengayunkan pedangnya untuk menyacah - nyacah tubuh Bardan. Akan ditumpahkan dendamnya dengan sepuas - puasnya dengan menghajar Bardan. Tetapi kemana dirinya harus menyari Bardan. Bardan bagai setan yang bisa menghilang dan muncul tiba - tiba. Bardan harus segera ditemukan dan dibunuh. Jika tidak satu saat pasti akan membuat dirinya lagi - lagi dihinakan oleh Ki Patih Danureja. Kalau terus menerus Bardan mengganggu hidupnya jangan - jangan lehernyalah yang akan dipenggal oleh pedang Ki Patih. Bardan galau. Pikiran Kacau. Bardan tidak punya pandom harus kemana pergi untuk menemukan Bardan.
Pantai Glagah mendung. Gemuruh ombak yang berdebur bagai memukul - mukul dadanya. Turti yang duduk di belakang punggungnya dan menempelkan payudara di punggung, tidak dirasakan mesra. Turti yang menyelusupkan tangannya ke dalam celananya, tidak membuat tombaknya bergairah. Turti yang telah menghias dirinya cantik bagai ledhek pesinden tidak membuatnya terpesona. Turti yang tidak lagi mengenakan kain dalam dan memamer - mamerkan paha mulusnya tidak membuat dirinya terangsang. Pikiran Tumenggung Suro Blasah sumpek. Dendam membara di dadanya untuk menangkap dan mengahajar habis - habisan tubuh Bardan mengalahkan segalanya. Pikiran hanya bisa melayang ke Bardan yang membuat dirinya geram. Bayangan Bardan yang meledeknya dan menertawakannya membuat Tumenggung Suro Blasah menjadi sangat terhina. Merasa sangat dikecilkan, dilecehkan dan diinjak - injak harga dirinya.
Kelima begundalnya yang duduk bersila di pasir di hadapannya dilihatnya hanya sebagai anjing - anjing yang tidak berguna. Yang tidak membantunya. Yang hanya bisa menjilat - njilat, rakus, tamak dan tidak bermanfaat. Selama ini kelima begundalnya hanya bisa mengikutinya kemana dirinya pergi, tanpa ada yang bisa memberi jalan keluar agar dirinya tidak lagi dihinakan Ki Patih. Para begundalnya tidak ada yang bisa membuat dirinya bangga. Mereka hanya sendika dhawuh, manut segala perintah, dan kadang tidak bisa menyelesaikan tugas yang diembannya dengan baik. Setiap kali tugas diberikan banyak pulang dengan tangan kosong. Hampa tanpa menghasilkan apa - apa. Tumenggung Suro Blasah merasa tidak berarti memiliki lima begundal yang masing - masing bertubuh besar, tetapi tidak punya otak cemerlang. Suka mereka hanya kalau diberi kepingan emas. Diajak minum arak tuak. Suka mereka hanya kalau diajak ke pantai Glagah untuk menemui perawan - perawan simpanannya. Jika menghadapi kesulitan mereka hanya berdiam dan menghindar. Tumenggung Suro Blasah merasa sangat kecewa memelihara para begundalnya dengan gelimangan kepingan emas. " Apakah tidak sebaiknya kita ke Sawang Argo, Raden. Kita minta kepada Ki Demang agar mengerahkan prajuritnya menyertai kita untuk menyerang Tambi. Nyi Tambi dan Ki Tambi ditangkap. Mereka dipenjarakan. Bardan akan terpancing, Raden. Kita jebak Bardan yang pasti akan muncul menyelamatkan orang tuanya." Gimbal salah seorang begundal mengucapkan kalimatnya dengan nada takut sambil kedua telapak tangannya dikatupkan di depan hidungnya. Kalimat Gimbal ini diikuti manggut - manggutnya kepala keempat bengundal lainnya sambil menatap mata Tumenggung Suro Blasah yang mencereng menatap Gimbal yang terus bersembah takut kalimatnya tidak disetunjui tuannya dan akan mendapat dampratan kemarahan. Tumenggung Suro Blasah mengerutkan dahinya, alisnya yang tebal bertemu di atas pangkal hidungnya yang besar. Sorot matanya tidak menampakkan tanda - tanda akan terjadi kemarahan. Melihat tanda - tanda ini Sampil begundal yang bertubuh tinggi besar dan di pinggangnya selalu terselip senjata kapak besar tajam memberanikan berbicara : " Benar kata kang Gimbal, Raden. Akan mudah menangkap Ki Tambi dan Nyi Tambi. Selama ini tidak terdengar kalau Ki dan Nyi Tambi memiliki kekuatan. Mereka hanya hidup dengan para cantrik peramu jamu. Dan kalau ada warga Tambi yang akan menghalangi sayalah yang akan menghabisinya, Raden." Kalimat ini diahkiri dengan Sampil mengangkat dadanya yang tidak tertutup kain sehingga bulu - bulu dadanya tampak di mata Tumenggung Suro Blasah. Masing - masing begundal saling pandang dan saling menganggukkan kepala. Tiba - tiba kelima begundal ini melihat wajah cerah tuannya. Ada rasa bangga di masing - masing hati para begundal. Roman muka tuannya cerah tanda menyetujui saran dan usulan yang dikemukakan. " Baik sebelum matahari ada di tengah kita ke Sawang Argo !" Berkata begitu Tumenggung Suro Blasah sambil beranjak dari duduknya di atas lincak bambu. Ditariknya tangan Turti yang sedari tadi duduk lengket di punggungnya. Turti tertatih - tatih mengikuti langkah Tumenggung Suro Blasah yang menariknya dan berjalan menuju bilik di dalam rumah. Para begundal mendengar pintu bilik ditutup keras. Dan sebentar kemudian terdengar pula di telinga mereka Turti menjerit kesenangan. Di pikiran para begundal pasti tuannya sedang dengan tergesa - gesa dan kasar melucuti kain Turti sambil tangannya nakal meremas - remas tubuh Turti yang kecil semampai. Telinga para begundalpun segera mendengar mulut Turti yang tanpa malu - malu menjerit - njerit keenakan. Para begundal tahu pasti Turti sedang di gemasi tuannya. Tangan tuannya pasti sedang meremas kuat payudara Turti yang mungil tetapi begitu menggunung. Dari suara jeritan yang semakin hilang dan yang terdengar kemudian hanya ah uh, para begundal tahu pasti kalau bibir Turti pasti sedang dilahap tuannya sambil tangan tuannya meraba dan mempermainkan milik Turti yang ada di selangkangannya. Dan dari suara amben bambu yang berderak para begundal tahu kalau Turti pasti sedang polah karena ulah tangan dan bibir tuannya yang menuju ke segala penjuru tubuh telanjang Turti yang bersih mulus dan gemulai. Terdengar pula tuannya menggeram - geram. Napasnya yang keluar dari hidungnya yang besar bagai gemuruhnya gelombang laut. Dan kerengkat - kerengket amben bambu pun mulai terdengar gaduh di telinga para begundal. Di pikiran para begundal tubuh besar tuannya pasti sudah berada di atas tubuh mungil Turti. Dan dengan kuatnya tubuh besar itu pasti sedang bergerak menyodok, memepet, dan membolak - balik tubuh Turti. Sementara tangan - tangan besarnya pasti terus menggemasi buah dada mungil kenyal milik Turti. Lenguhan - lenguhan, jeritan dan desahan - desahan Turtipun semakin jelas tanpa ditahan. Yang terjadi kemudian mereka saling pandang. Saling tersenyum. Dan tanpa komando mereka segera bangkit dari duduk dan berlari menuju arah yang sama. Mereka akan mendapati perawan - perawan simpanannya yang sedang menunggu di bilik dengan kain yang sudah pada kendor.
masih ada kelanjutannya ...........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar