Candra Mawa
edohaput
22
Matahari belum sepenggalah. Hangatnya menyapu sekitar pondok Nyi Tambi. Di pendopo pondok Nyi Tambi telah antri beberapa orang yang ingin segera sembuh dari sakit yang dideritanya. Sejak matahari belum terbit, orang - orang dari jauh sudah datang di pondok Nyi Tambi. Mereka takut akan mendapat antrian panjang untuk mendapat pelayanan pengobatan dari Nyi Tambi. Pondok Nyi Tambi tidak pernah sepi dari orang. Dari sore hingga petang bergiliran orang datang. Bahkan tidak sedikit pula yang harus menginap di pondok karena harus mendapatkan perawatan khusus dari Nyi Tambi. Disediakan oleh Nyi Tambi bilik - bilik kecil tempat orang yang harus dirawat inap. Terutama mereka yang datang dari jauh, dari pada bolak - balik datang lebih baik menginap. Dengan menginap akan mendapat perawatan lebih dari Nyi Tambi dan para cantriknya.
Berkat bimbingan Nyi Tambi dan berkat modal kecerdasannya, Daruni cepat bisa menggantikan apa yang dilakukan Nyi Tambi. Dengan cara menanyai orang yang menderita, Daruni segera bisa mengenali pasien ini menderita sakit apa. Dan Daruni dengan cepat pula bisa menentukan ramuan jamu apa harus diberikan kepada penderita. Hanya dalam waktu singkat Daruni sudah bisa berbuat seperti yang dilakukan Nyi Tambi. Daruni mendapat kepercayaan dari Nyi Tambi untuk menggantikannya.
Daruni tidak pernah meleset memperkirakan sakit yang diderita orang. Daruni menjadi selalu tepat memberikan ramuan jamu untuk penderita. Dan kesembuhanpun segera dirasakan oleh penderita. Nyi Tambi menjadi sangat gembira dengan ketrampilan Daruni yang mungkin telah melebihi cara mengusai katrampilan meramu jamu ketika dirinya masih perawan. Daruni cerdas, terampil, semangat, tidak jemu belajar untuk memperoleh pengalaman dan jika sudah bekerja tidak kenal lelah dan tidak mengenal waktu. Nyi Tambi percaya Daruni akan mampu menggantikannya.
Sejak diberikan kepercayaan untuk menjaga dan merawat ruang obat, dan diberikan pula kepercayaan oleh Nyi Tambi untuk meramu obat, Daruni terus tidak kenal waktu dan tidak kenal jemu dan tidak kena lelah terus mengembangkan diri untuk semakin mengenali berbagai penderitaan orang dan ramuan obat apa yang harus diberikannya. Daruni cepat mampu memahami berbagai ramuan obat. Bahkan dengan pengalaman dan kemampuannya memperkirakan kasiat satu ramuan obat Daruni menjadi lebih bisa membuat pasien cepat merasakan kesembuhan dengan ramuan yang dicobakan oleh Daruni.
Daruni pernah dibuat terkejut dan rasa takut ketika seorang lelaki gagah tinggi besar, tetapi berwajah pucat meminta dilayani dirinya di tempat yang berbeda dari pasien - pasien yang lain. Daruni ragu. Ada apa satu orang ini minta dilayani dan harus di tempat yang rahasia. Rasa takut dan bimbangnya kemudian ditindihnya dengan keiingin tahuan mau apa lelaki satu ini minta dilayani tanpa orang lain tahu. Nyi Tambi dikesibukanya melayani pasien tersenyum geli melihat sikap Daruni. Seandainya saja tidak di depan para pasien mungkin tertawanya Nyi Tambi sudah meledak. Nyi Tambi sangat tahu siapa lelaki yang sedang diajak menyendiri oleh Daruni. Sangat sering satu lelaki ini datang berobat. Setelah berada di tempat yang hanya ditutupi kelambu Daruni mulai bertanya. Apa keluhannya. Mengapa harus jauh dari para pasien yang lain. Lelaki yang bertubuh tinggi besar dan berwajah pucat ini mulai mengaku. Tombaknya tidak pernah bisa berdiri. Semakin dipaksa semakin tidak bisa. Diceritakan pula kepada Daruni isterinya selalu marah - marah manakala dirinya selalu gagal mendirikan tombaknya. Daruni yang belum pernah punya pengalaman bingung. Pikirannya malah kemudian melayang kepada Bardan. Dirinya yang pernah saat di gumuk merasa pasrah untuk diperbuat oleh Bardan, tetapi Bardan tidak melakukannya. Jangan - jangan Bardan juga seperti orang ini. Tombaknya tidak bisa berdiri. Pikirannya juga melayang ke Tumenggung Suro Blasah yang jika melihat dirinya selalu menggerak - gerakkan pahanya seolah ingin memperbaiki posisi tombaknya yang berontak mendesak - desak. Dan Daruni tahu setiap kali Tumenggung Suro Blasah melihatnya Daruni sangat tahu Suro Blasah selalu menelan - nelan ludah dan napasnya memburu wajahnya memerah. Daruni meminta lelaki besar dihadapannya untuk membuka celana. Sejenak lelaki berwajah pucat ini ragu. Tetapi segera menuruti perintah Daruni. Sebentar kemudian Daruni bisa melihat tombak yang besar tapi nampak sangat loyo nglembereh tidak berdaya. Daruni sejenak meninggal lelaki sendirian dan kembali membawa bilah bambu. Dengan bilah bambu Daruni mengutik - untik tombak lelaki loyo ini sambil matanya terus menatap tombak. Tombak tidak reaksi. Hanya mulut lelaki pucat ini yang meringis - ringis ketika bilah bambu di tangan Daruni mengutik - untik dan membolak - balik tombaknya. Setelah beberapa saat Daruni memeriksa, dirinya menyuruh lelaki payah ini kembali mengenakan celananya dan kembali ke kerumunan para pasien. Daruni segera melangkah menuju ruang obat. Di ruang obat Daruni berpikir keras. Ramuan apa mesti diberikan untuk membuat tombak lelaki itu waras. Pikiran Daruni melayang kemana - mana. Ke sesuatu yang pernah didengarnya. Ke sesuatu yang pernah dilihatnya. Diingatnya celoteh para perempuan kademangan yang sering membicarakan para suaminya. Dari pikirannya yang melayang - layang Daruni memperoleh pencerahan. Daruni tersenyum dan kemudian sibuk membuka kendi - kendi yang berisi serbuk ramuan obat. Tidak seperti meramu obat untuk pasien yang penyakitnya tidak aneh seperti keluhan lelaki itu, tanpa dengan menakar Daruni segera mencampur bubuk merica, bubuk jahe, bubuk akar alang - alang, bubuk biji nyamplung, bubuk biji cukimai, bubuk kulit kayu kesemek, dan terahkir Daruni mencampurkan bubuk bunga dan kulit batang kayu randa noleh. Daruni tersenyum geli. Mudah - mudah ramuan ini membuat tombak loyo itu mampu menggeliat. Setelah membungkus ramuan Daruni segera kembali menjumpai lelaki payah yang duduk menyendiri dan murung. " Ramuan ini cukup untuk tujuh hari, kang. Sedu dengan arak tuak dicampur telur bebek mentah dan madu. Minum secangkir - secangkir tiap mau berangkat tidur dan sesudah makan ubi talas. Beri tahu saya kalau ramuan ini tidak manjur. Besuk aku buatkan ramuan yang lain." Daruni menatap lelaki murung dihadapannya yang nampak ada guratan kesedihan di wajahnya.
Seminggu kemudian lelaki berwajah pucat datang lagi dengan disertai isterinya dan disertai pula oleh - oleh yang dibawa dengan keranjang besar. Wajahnya semringah merah. Mulutnya terhiasi senyum kebanggaan. Yang dicari bukan Nyi Tambi, melainkan Daruni. Di depan Daruni lelaki yang wajah murungnya telah lenyap berkata keras tanpa malu - malu : " Hebat kamu jeng Runi. Hebat. Punyaku bisa berdiri. Besar, panjang dan kaku banget, jeng. Hebat jeng, hebat !" Sambil menunjukkan wajah kebanggaannya. Isterinya yang ada disampingnya menyubit - nyubit lengan dan meminta agar tidak keras - keras sang suami bersuara. " Ah lha wong nyata kok tidak boleh diomongkan ya jeng Runi ! Kamu ini gimana. Lha wong kamu ya terus - terusan minta terus kok. Iya enggak ,hayo ?" Mendengar ini sang isteri hanya bisa tersipu - sipu.
Nyi Tambi yang sedang duduk - duduk minum teh bersama Ki Tambi hanya bisa tersenyum mendengar percakapan. Dirinya yang belum bisa membuatkan ramuan lelaki ini untuk kesembuhan tombaknya, diam - diam mengagumi ketrampilan Daruni. Sambil menyerutup teh panas Nyi Tambi melirik Daruni yang berdiri tadak jauh darinya. Pikirannya melayang kepada Bardan. Alangkah beruntungnya jika kelak anaknya bisa bersanding dengan perawan molek dan terampil ini. Ki Tambi berpura - pura tersedak untuk mengingatkan agar Nyi Tambi tidak terus melihat ke arah Daruni yang lagi memerah wajahnya tersipu malu karena pujian lelaki semringah dan isterinya. Daruni yang terus tersenyum lebar menampakkan giginya yang tersusun rapi, kelihatan semakin rupawan. Perawan cantik tiada cela.
masih ada kelanjutannya ................
Daruni pernah dibuat terkejut dan rasa takut ketika seorang lelaki gagah tinggi besar, tetapi berwajah pucat meminta dilayani dirinya di tempat yang berbeda dari pasien - pasien yang lain. Daruni ragu. Ada apa satu orang ini minta dilayani dan harus di tempat yang rahasia. Rasa takut dan bimbangnya kemudian ditindihnya dengan keiingin tahuan mau apa lelaki satu ini minta dilayani tanpa orang lain tahu. Nyi Tambi dikesibukanya melayani pasien tersenyum geli melihat sikap Daruni. Seandainya saja tidak di depan para pasien mungkin tertawanya Nyi Tambi sudah meledak. Nyi Tambi sangat tahu siapa lelaki yang sedang diajak menyendiri oleh Daruni. Sangat sering satu lelaki ini datang berobat. Setelah berada di tempat yang hanya ditutupi kelambu Daruni mulai bertanya. Apa keluhannya. Mengapa harus jauh dari para pasien yang lain. Lelaki yang bertubuh tinggi besar dan berwajah pucat ini mulai mengaku. Tombaknya tidak pernah bisa berdiri. Semakin dipaksa semakin tidak bisa. Diceritakan pula kepada Daruni isterinya selalu marah - marah manakala dirinya selalu gagal mendirikan tombaknya. Daruni yang belum pernah punya pengalaman bingung. Pikirannya malah kemudian melayang kepada Bardan. Dirinya yang pernah saat di gumuk merasa pasrah untuk diperbuat oleh Bardan, tetapi Bardan tidak melakukannya. Jangan - jangan Bardan juga seperti orang ini. Tombaknya tidak bisa berdiri. Pikirannya juga melayang ke Tumenggung Suro Blasah yang jika melihat dirinya selalu menggerak - gerakkan pahanya seolah ingin memperbaiki posisi tombaknya yang berontak mendesak - desak. Dan Daruni tahu setiap kali Tumenggung Suro Blasah melihatnya Daruni sangat tahu Suro Blasah selalu menelan - nelan ludah dan napasnya memburu wajahnya memerah. Daruni meminta lelaki besar dihadapannya untuk membuka celana. Sejenak lelaki berwajah pucat ini ragu. Tetapi segera menuruti perintah Daruni. Sebentar kemudian Daruni bisa melihat tombak yang besar tapi nampak sangat loyo nglembereh tidak berdaya. Daruni sejenak meninggal lelaki sendirian dan kembali membawa bilah bambu. Dengan bilah bambu Daruni mengutik - untik tombak lelaki loyo ini sambil matanya terus menatap tombak. Tombak tidak reaksi. Hanya mulut lelaki pucat ini yang meringis - ringis ketika bilah bambu di tangan Daruni mengutik - untik dan membolak - balik tombaknya. Setelah beberapa saat Daruni memeriksa, dirinya menyuruh lelaki payah ini kembali mengenakan celananya dan kembali ke kerumunan para pasien. Daruni segera melangkah menuju ruang obat. Di ruang obat Daruni berpikir keras. Ramuan apa mesti diberikan untuk membuat tombak lelaki itu waras. Pikiran Daruni melayang kemana - mana. Ke sesuatu yang pernah didengarnya. Ke sesuatu yang pernah dilihatnya. Diingatnya celoteh para perempuan kademangan yang sering membicarakan para suaminya. Dari pikirannya yang melayang - layang Daruni memperoleh pencerahan. Daruni tersenyum dan kemudian sibuk membuka kendi - kendi yang berisi serbuk ramuan obat. Tidak seperti meramu obat untuk pasien yang penyakitnya tidak aneh seperti keluhan lelaki itu, tanpa dengan menakar Daruni segera mencampur bubuk merica, bubuk jahe, bubuk akar alang - alang, bubuk biji nyamplung, bubuk biji cukimai, bubuk kulit kayu kesemek, dan terahkir Daruni mencampurkan bubuk bunga dan kulit batang kayu randa noleh. Daruni tersenyum geli. Mudah - mudah ramuan ini membuat tombak loyo itu mampu menggeliat. Setelah membungkus ramuan Daruni segera kembali menjumpai lelaki payah yang duduk menyendiri dan murung. " Ramuan ini cukup untuk tujuh hari, kang. Sedu dengan arak tuak dicampur telur bebek mentah dan madu. Minum secangkir - secangkir tiap mau berangkat tidur dan sesudah makan ubi talas. Beri tahu saya kalau ramuan ini tidak manjur. Besuk aku buatkan ramuan yang lain." Daruni menatap lelaki murung dihadapannya yang nampak ada guratan kesedihan di wajahnya.
Seminggu kemudian lelaki berwajah pucat datang lagi dengan disertai isterinya dan disertai pula oleh - oleh yang dibawa dengan keranjang besar. Wajahnya semringah merah. Mulutnya terhiasi senyum kebanggaan. Yang dicari bukan Nyi Tambi, melainkan Daruni. Di depan Daruni lelaki yang wajah murungnya telah lenyap berkata keras tanpa malu - malu : " Hebat kamu jeng Runi. Hebat. Punyaku bisa berdiri. Besar, panjang dan kaku banget, jeng. Hebat jeng, hebat !" Sambil menunjukkan wajah kebanggaannya. Isterinya yang ada disampingnya menyubit - nyubit lengan dan meminta agar tidak keras - keras sang suami bersuara. " Ah lha wong nyata kok tidak boleh diomongkan ya jeng Runi ! Kamu ini gimana. Lha wong kamu ya terus - terusan minta terus kok. Iya enggak ,hayo ?" Mendengar ini sang isteri hanya bisa tersipu - sipu.
Nyi Tambi yang sedang duduk - duduk minum teh bersama Ki Tambi hanya bisa tersenyum mendengar percakapan. Dirinya yang belum bisa membuatkan ramuan lelaki ini untuk kesembuhan tombaknya, diam - diam mengagumi ketrampilan Daruni. Sambil menyerutup teh panas Nyi Tambi melirik Daruni yang berdiri tadak jauh darinya. Pikirannya melayang kepada Bardan. Alangkah beruntungnya jika kelak anaknya bisa bersanding dengan perawan molek dan terampil ini. Ki Tambi berpura - pura tersedak untuk mengingatkan agar Nyi Tambi tidak terus melihat ke arah Daruni yang lagi memerah wajahnya tersipu malu karena pujian lelaki semringah dan isterinya. Daruni yang terus tersenyum lebar menampakkan giginya yang tersusun rapi, kelihatan semakin rupawan. Perawan cantik tiada cela.
masih ada kelanjutannya ................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar