Candra Mawa
edohaput
20
Tumenggung Suro Blasah mendapat marah habis - habisan dari Patih Danureja. Dua kali wajahnya mendapat tendangan kaki Patih Danureja. Wajahnya diludahi. Tumenggung Suro Blasah tidak bisa berbuat apa - apa, kecuali semakin takut akan mendapat hujaman keris Nagapala yang terselip di punggung patih Danureja. Tidak sedikitpun Tumenggung Suro Blasah berani mengangkat wajah. Ketika suara keras bentakan - bentakan dan hardikan dari Patih Danureja terdengar Suro Blasah hanya bisa menunduk semakin dalam dan kedua telapak tangannya dirapatkan dan diposisikan di depan hidung. Hatinya menjadi semakin ciut. " Tidak tahu diuntung kamu, Blasah ... ha ... !" Kalimat ini diucapkan Patih Danureja dengan mata yang sangat melotot, tetapi tidak dilihat Tumenggung Suro Blasah. Seandainya saja Suro Blasah melihat lototan mata merah Patih Danureja, bukan tidak mungkin Suro Blasah akan pingsan saking takutnya. " Aku sudah wanti - wanti ta, Suro. Amankan benteng ketika tuan - tuan Walanda itu sedang berpesta. Tidak boleh ada yang mengganggu. Tidak boleh ada maling. Nyatanya ?! Kamar harta di dalam benteng bisa dibuka maling. Kamu dimana Suro, haaa ?!" Saking marahnya sampai - sampai kalimat ini terlontar dari mulut Ki Patih disertai semprotan ludah. Lagi - lagi Suro Blasah hanya bisa menghujamkan pandangan ke lantai tempat dirinya bersila ketakutan. Suro Blasah sangat menyesali perbuatannya malam itu. Kenapa dirinya begitu bernafsu melihat jongos perempuan yang berjalan melewatinya. Mengapa malam itu dirinya tiba - tiba dirasuki birahi. Sehingga cekatan tangannya segera menarik tubuh perempuan jongos dan dilepasi kainnya dan digarapnya habis - habisan. Memang kenikmatan luar biasa dirasakannya malam itu. Milik perawan jongos yang sangat jarang dipakai, terasa begitu sempit dan mencengkeram. Payudara jongos perawan yang kenyal keras membuat mulutnya membabi buta menciumi. Belum lagi desah, lenguh dan gelinjangan perawan jongos yang terucap dari bibirnya yang merah basah bagai teroles madu. Itu semua membuat Suro Blasah melupakan tugasnya mengamankan benteng. Suro Blasah sangat menyesali. Sesal kemudian memang tiada berguna. Apa lacur semua sudah terjadi. Kini dirinya menerima resiko yang harus dipikulnya. Mulutnya ditendang Ki patih sampai berdarah. Pentungan di tangan Ki patih dipukul - pukulkan di jidatnya. Ludah Ki Patih berkali - kali hinggap di kepala dan wajahnya. Tumenggung Suro Blasah merasa sangat hina. Tumenggung Suro Blasah merasa pantas dirinya mendapat hinaan ini. Suro Blasah merasa sangat bersalah. " Temukan malingnya Suro ... !" Ki Patih memukul - mukulkan tongkat rotan di kepala Suro Blasah. " Jika tidak lehermu taruhannya. Ngerti, Blasah ?!" Ki Patih Danureja menyolok - nyolokkan pentungan di mata Suro Blasah yang sedikitpun tidak berani melirik ke arah Patih Danureja. Suro Blasah hanya bisa bersembah - sembah.
Matahari sudah mulai panas ketika dengan laku dhodhok Tumenggung Suro Blasah menuruni anak tangga pendopo Kepatihan. Berpasang - pasang mata abdi dalem kepatihan menyaksikan dengan rasa iba langkah Suro Blasah yang tertunduk meninggalkan dalem kepatihan. Tetapi banyak juga abdi dalem kepatihan yang malah tertawa - tawa di dalam hati dan merasa senang melihat Tumenggung Suro Blasah mendapat marah. Setelah keluar dari regol kepatihan, Suro Blasah segera naik di punggung kudanya. Dengan perasaan galau dipacunya kudanya ke arah selatan. Kelima begundalnya yang sejak pagi menunggu dengan setia di depan regol kepatihan tidak mengerti yang dialami tuannya. Yang dilihatnya tuannya segera di punggung kudanya, memacunya, tanpa mengacuhkan para begundalnya. Yang dilakukan para begundalnya hanya bisa saling pandang penuh tanda tanya dan masing - masing segera di punggung kuda - kudanya dan berpacu mengejar tuannya ke arah selatan.
Suasana pantai Glagah sunyi. Tumenggung Suro Blasah tiduran tengkurap dan punggungnya yang lebar sedang mendapat pijatan jari - jari lentik Turti perawan simpanannya. Minuman arak tuak yang disajikan Turti sejak kedatangannya tadi belum disentuhnya. Sunset matahari yang sebentar lagi akan masuk ke laut membuat suasana semakin redup. Tangan Turti terus memijiat dari pungung ke kaki, dan dari kaki ke punggung Suro Blasah. Para Begundal yang hafal dengan sikap Tumenggungnya hanya bisa menyingkir bersama dengan para perempuan - perempuannya menjauh dari rumah di mana tuannya sedang bersama Turti. Para begundalnya mengerti kalau juragannya diam membisu dan mukanya cemberut pasti sedang dirundung persoalan. Para begundal tidak berani mendekat.
Turti menyulut lampu minyak. Karena Gelap telah mengisi ruangan. Turti juga paham kalau kekasihnya ini sedang dirundung duka. Maka dirinya hati - hati meladeninya. Turti yang sudah mengendorkan kain bawahnya, dan membuka kancin - kancing kain yang menutupi dadanya tidak segera merajuk. Dirinya hanya bisa memijit dan memijit tubuh kekasihnya tanpa bicara. Turti sangat tahu, kalau juragan yang menyimpannya ini sedang dirundung duka akan sangat mudah marah dan salah - salah malah akan memebentak - bentaknya dan membuyarkan suasana yang diharapkan. Turti selalu rindu, selalu mengharapkan cumbuan Suro Blasah yang kasar. Kekasaran Suro Blasah dirasakan Turti sebagai suatu kenikmatan yang tiada tara. Cara Suro Blasah meremas kuat buah dadanya kadang dirasakan sakit, tetapi diujung rasa sakit ada rasa nikmat yang tidak ditemukan oleh remasan tangan lelaki - lelaki yang pernah memainkan dadanya. Belum lagi cara Suro Blasah yang usianya terpaut lebih tua lima belas tahun dengan dirinya ini ketika meggigiti puting susunya. sebentar puting susunya dirasakan perih oleh gigi - gigi Suro Blasah, tetapi sebentar kemudian berujung pada rasa geli yang membuatnya menjerit - njerit minta dihentikan. Juga jari - jari besar Suro Blasah yang amat kasar memperlakukan miliknya. Meremas keras, mengelus, mengobok - obok, dan tidak jarang mencubitinya dirasakan sangat luar biasa. Membuat dirinya menendang - nendang dan berjumpalitan di pelukan dan cengkeraman lelaki bertubuh besar dan berbulu ini. Apalagi kalau lelaki berbulu dada lebat ini telah mabuk berat. Dirinya akan dilumat, ditekuk - tekuk, lemas tidak berdaya tetapi akan terus dilumer, dibolak - balik, digenjot - genjot, dan diapakan sampai - sampai dirinya tidak tahu sedang diapakan. Hanya rasa melayang dan hilang sadar yang ada. Dan dari semua itu akan berahkir dengan peluh dan pejuh yang membasahi, dan melumuri tubuhnya yang tidak lagi bisa bangkit dari bale - bale bambu tempat ajang pertarungan. Turti selalu merindukan itu terjadi. Sejak disimpan Suro Blasah Turti tidak lagi suka dengan lelaki lain. Yang ada dipikirannya hanya Suro Blasa yang kumis tebalnya sangat menggelikan leher jenjangnya. Turti kecewa. Suro Blasah yang dirindukannya dan sedang dipijat - pijat punggungnya malah segera terdengar dengkur kerasnya.
masih ada kelanjutannya .................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar