Candra Mawa
edohaput
13
Menjelang tengah hari Legino dan Mijan yang menyamar sebagai orang yang menyari kayu bakar dan penyari rumput, setelah menyusuri kali yang panjang berliku dan berbatu, sampailah di pinggiran kali tepat di belakang pondok Nyi Tambi. Antara pinggiran kali dengan pondok Nyi Tambi dibatasi oleh luasnya kebun obat. Mata Legino terus mengawasi kebun obat dimana ada beberapa cantrik yang sedang bekarja disana. Begitu juga mata Mijan. Mata Mijan tidak bisa lepas dari para cantrik perawan yang berkain lurik. Polah tingkah para cantrik perawan menjadi santapan mata Mijan. Mijan menelan ludah. Para perawan cantrik yang terlihat dari jarak cukup jauh ini dimata Mijan nampak cantik - cantik. Wajah mereka bersih. Rambut hitam legam. Mata mereka tampak bulat bersinar. Postur tubuh indah. Tinggi semampai dengan dada - dada umumnya besar. Perut nampak kecil dan membesar di sekitar pinggul dengan pantat yang umumnya besar dan nampak padat. Rasanya Mijan ingin segera naik dari pinggiran kali dan mendapati para perawan cantrik lebih dekat. Mata Mijan tidak berkedip. Legino yang semakin percaya bahwa itu adalah pondok Nyi Tambi yang pernah didengarnya. Legino pernah mendengar kabar Nyi Tambi adalah ahli jamu dan obat. Banyak orang datang ke pondok Nyi Tambi. Tetapi baru kali ini Legino melihat pondok Nyi Tambi. Itu saja dari arah belakang. Legino tidak melihat pondok Nyi Tambi dari arah depan. " Kang perawan - perawan berkain lurik itu cantik - cantik banget ya kang." Mijan menunjuk - nunjukkan jarinya ke arah para perawan cantrik. Legino buru - buru memegangi tangan Mijan dan menurunkannya. " Husst ... jangan nunjuk - nunjuk Jan. Jangan membuat tingkah mencurigakan. Kita ini penyari rumput dan kayu. Jangan bertingkah aneh - aneh. Kalau penyamaran kita diketahui jangan - jangan kita tidak dapat apa - apa. Awasi saja tapi jangan terlalu kentara !" Legino mengingatkan Mijan dengan suaran yang ditahan. Mijan sadar kalau dirinya hampir - hampir kelepasan karena melihat perawan - perawan cantik di kebun obat. Mijan kemudian membungkuk - bungkuk berjalan menyari tempat yang lebih tinggi agar matanya lebih bisa mengawasi. Legino juga berusaha memanjat tebing pinggiran agar bisa matanya lebih leluasa memandang ke arah kebun. Belum sempat Legino menapakkan kakinya dengan benar di bibir tebing, tubuhnya bergetar, jantungnya berdetak keras dengan tiba - tiba, dan tubuhnya serasa akan terjengkang jika saja tangannya tidak segera meraih akar pohon yang menonjol. Mata Legino menangkap perawan cantik. Berkulit bersih, putih. Dengan kain lurik. Rambut yang sebahu tergerai indah dipermainkan angin. Tubuh indah dan wajah ayu yang sangat tidak asing dipikiran Legino. Perawan yang diimpikannya. Perawan yang diidamkannya. Perawan yang membuat dirinya jadi kurang suka dengan Pini yang telah dipacarinya lebih dulu. Pini yang pertama kali membuat dirinya merasakan kenikmatan bersama perawan. Mata Legino menangkap Daruni yang keluar dari pintu pondok. Daruni berjalan ke arah kebun. Dan dipikiran Legino Daruni mendekatinya. Detak jantung Legino membentur - bentur tulang dadanya. Menjadikan napas Legino tersengal. Legino kehilangan konsentrasi. Tangan yang memegangi akar pohon terlepas. Legino terjengkang dan terjerembab di bawah tebing yang dipanjatnya. Untung saja di bawah tidak ada batu. Legino segera bangkit dan berlari membungkuk ke arah Mijan. Ditariknya tangan Mijan. Diajaknya Mijan bersembunyi di balik batu besar di kali. " Dugaan kita benar Jan. Benar. Daruni ada di pondok itu !" Legino tertahan - tahan karena napasnya masih tetap tersengal. Mijan melongo memandangi Legino yang tiba - tiba wajahnya menjadi pucat. " Sabar kang ... sabar ... ditata dulu napasnya." Mijan mengelus dada Legino. Legino mengambil napas panjang dan menghempaskan. " Sekali lagi kang. Nanti tidak tersengal lagi." Mijan meminta Legino mengulangi mengambil napas panjang. Berkali - kali Legino mengambil napas panjang dan menghempaskannya. Legino tidak lagi tersengal. " Jan. Daruni ada di pondok itu. Dugaan kita benar !" Legino tertahan dan matanya melotot. Mijan berdiri dan mau lari menuju tebing. Tetapi buru - buru tangannya digamit Legino. " Mau kemana Jan ?" Legino memelototi Mijan. " Mau lihat Daruni, kang." Legino kembali berjongkok di sisi Legino. " Jangan Jan. Diri kita tidak boleh dikenali Daruni." Legino masih memegangi tangan Mijan. " Terus ... ?" Mijan minta penjelasan Legino. " Kita segera tinggalkan tempat ini dan kita pulang ke Sawang Argo, Jan. Kita laporkan ke Ki Demang kalau Daruni ada di pondok Nyi Tambi." Legino melepas gamitan di tangan Mijan. Mijan melongo dan dahinya mengerinyit. " Ada apa Jan ? Kamu punya pendapat ?" Legino ingin tahu mengapa Mijan melongo dan mengerinyitkan dahi. Mijan Tidak segera menjawab. Malah pikirannya melayang. Mengapa Legino tidak langsung menjumpai Daruni dan mengajaknya pulang. Kalau saja Legino berani datang ke Nyi Tambi dan meminta Daruni untuk diajak pulang, pasti dirinya akan bisa berkenalan dengan perawan - perawan cantrik yang ayu - ayu itu. Dan kalau Nyi Tambi baik hati pasti akan mempersilahkan dirinya dan Legino menginap. Berarti akan semakin banyak kesempatan mengenal cantrik - cantrik berkain lurik itu. Dan Mijan akan memilih perawan cantrik yang paling ayu. Lalu diajaknya berbicara banyak. Kemudian dirinya akan membuka jati dirinya. Dan akan menyombongkan kalau dirinya sebenarnya adalah prajurit kademangan Sawang Argo. Perjaka terampil olah pedang dan memiliki sawah luas dan kebun kelapa. Perawan cantrik ayu tertarik. Dan terpesona dengan kesombongan Mijan. Perawan cantrik ayu yang telah terkelabuhi lalu diajaknya berjalan - jalan mengitari kebun obat. Digandengnya perawan cantrik. Dan perawan cantrik tidak menolak tangan dipegang Mijan. Malah dengan lengketnya lalu menempelkan kepalanya di pundak Mijan. Tanpa ragu - ragu Mijan segera merangkul punduk cantrik ayu. Dan tangannya yang merangkul segera bisa menyentuh gundukan di dada perawan cantrik. Perawan cantrik tidak menghindar. Malah senang gundukan di dadanya disentuh - sentuh dan dicolek jari - jari Mijan walaupun masih berbatar kain lurik. Mijan semakin nekat diciumnya pipi perawan cantrik. Perawan cantrik tersipu - sipu malu dan tersenyum manja sambil menyediakan pipinya untuk dicium lagi. Dan Malah perawan cantik mengahadapkan mukanya ke wajah Mijan dengan mulut sedikit terbuka. Mijan semakin menggila. Dipeluknya perawan cantrik ayu. Dan tanpa melepas kesempatan dicumnya bibir perawan cantrik yang memerah basah. Sambil mencium bibir nan indah yang dirasakan begitu lembut dan wangi, tangan Mijan terus bergerak. Membukai kancing kain dan tangannya menerobos masuk menyentuh gundukkan yang halus, lembut dan kenyal. Mijan semakin tidak tahan menjadi menggila. Dikendorkannya kain bawah yang melilit perawan cantrik ayu. Perawan cantrik ayu tidak menolak. Perawan cantrik menggeliatkan tubuh dan semakin memepetkan tubuhnya ke tubuh Mijan. Mijan bisa merasakan lembut dan hangatnya perawan cantrik ayu. Tangan Mijan terus meluncur kemana - mana menelusuri lekuk tubuh perawan cantrik ayu. Setiap kali behenti meraba dan meremas gemas yang ditemukan tangannya. Perawan cantrik ayu hanya bisa semakin memepetkan tubuhnya di tubuh Mijan sambil melenguh, mendesah, dasn memintan Mijan terus berbuat. Mijan meminta perawan cantrik ayu rebah di rerumputan. Perawan cantrik ayu menurut. Tangan Mijan segera menyingkapkan kain bawah perawan cantrik ayu sampai ke pangkal paha. Mata Mijan bisa melihat halus, putih dan bersihnya paha perawan cantrik ayu. " Lho Jan. Gimana ta kok malah melamun. Jawab Jan kalau kamu punya usul !" Legino mendorong kening Mijan dengan jari telunjuknya. Mijan kaget. Lamunannya buyar, ambyar, pecah di awang - awang. " Ya ... ya ... ya ... ya kang kita pulang saja. Kita laporan ke Ki Demang, kang !" Mijan tergagap - gagap dan malu. Karena miliknya telah terlanjur menggeliat. Buru - buru Mijan berdiri dan memunggungi Legino. Mijan tidak mau Legino tahu apa yang tadi dipikirkannya. Lebih - lebih miliknya yang tiba - tiba menggeliat mau berontak.
masih ada kelanjutannya ....................