Candra Mawa
edohaput
11
Pini keluar dari kamarnya. Cantik, wangi melati, dan dandanan rapi. Pini menutup pintu kamar dengan sangat hati - hati. Takut cantrik - cantrik lain tahu kalau dirinya keluar kamar. Sejenak Pini berdiri di depan kamar. Matanya melirik ke kiri ke kanan mengamati pintu - pintu kamar para cantrik. Semua pintu sudah tertutup rapat. Bahkan Pini bisa mendengar napas - napas teratur dari dalam kamar. Pini percaya kalau para cantrik temannya sudah pada terlelap. Pini juga sempat mengawasi pintu rumah induk yang menghubungkan dengan rumah belakang tempat kamar - kamar para cantrik. Mata Pini menebarkan pandangan dan singgah di pintu kamar Daruni yang juga sudah tertutup rapat. Bahkan lampu minyak di dalam kamar Daruni juga sudah dipadamkan. Daruni pasti sudah terlelap. Pini melangkah dengan hati - hati. Yang dituju pintu kamar Jambul. Lampu kamar Jambul masih menyala. Pini percaya Jambul belum tertidur. Sejenak Pini ragu ketika tangannya mau mengetuk pintu kamar. Pini menyoba mengintip lewat celah - celah dinding kamar yang terbuat dari gedhek bambu. Mata Pini melihat Jambul tiduran telentang. Kedua tangannya menyangga bagian belakang kepalanya. Matanya menatap langit - langit kamar tidak berkedip. Gerangan apa yang sedang dilamunkan kang Jambul. Pini melihat Jambul tersenyum, kemudian sedikit menggerakan kepalanya. Gerangan apa yang ada di pikiran kang Jambul. Sedang melamunkan dirinyakah. Atau jangan - jangan kang jambul malah lagi membayangkang Daruni. Jambul merubah posisi tidurnya. Diambilnya bantal yang sejak tadi tidak mengalasi kepalanya. Dipeluknya bantal dengan erat. Jambul lagi - lagi tersenyum. Adakah dirinya yang sedang dibayangkan dipeluk kang Jambul. Ah ... jangan - jangan Daruni yang sedang dibayangkang dipeluk kang Jambul. Pini dirambati rasa cemburu. Pini cemberut. Ada rasa dongkol di hatinya. Pini gondok. Tanpa sadar diketuknya pintu kamar Jambul dengan keras. Di dalam kamar Jambul kaget. Bantal dibuang dan segera turun dari ranjang berdiri melangkah menuju pintu. terbersit sedikit harapan yang mengetuk pintu kamarnya adalah Daruni. Maka sebelum tangannya menyentuh pintu, buru - buru Jambul merapikan diri. Kainnya, ikat kepalanya, dan wajahnya diusap - usap dengan kainnya. Jambul membuka pintu. " Kamu Ni, ada apa ?" Jambuk kecewa. Yang diharapkan Daruni. Pertanyaan Jambul ini membuat Pini sangat sakit hati. Sebelum Daruni ada di pondok, setiap kali malam - malam Pini mengetuk pintu kamar Jambul dan jambul membukakan pintu serta buru - buru menarik tangan Pini masuk ke kamar. Atau jambul buru - buru menarik tangan Pini untuk diajak ke luar rumah dan mencari tempat yang terlindung. Sejak Daruni berada di pondok Jambul menjadi ogah - ogahan ketika Pini mengetuk pintu kamar. Kali ini malah ada pertanyaan yang sangat menyakitkan hatinya. Pini sakit, Pini marah. Ditariknya kuat tangan Jambul dan berjalan ke luar rumah. Di Luar rumah Jambul terus ditarik Pini sampai di tempat biasa mereka bercumbu dan bercengkerama. Dengan rada kasar Pini menarik tangan Jambul agar duduk di sampingnya. " Ada apa, Ni ?" Jambul sabar. Jambul tahu Pini sedang marah. Jambul menyoba mengendalikan suasana dengan tersenyum sambil menatap Pini. Seandainya saja siang hari pasti akan terlihat muka merah Pini karena marah. Untung yang menyinari wajah Pini hanya rembulan separo. " Ni ... " Tangan Jambul menyoba merangkul pundak Pini. Buru - buru Pini menepiskan tangan Jambul yang mau merangkul. " Na ... Ni ... Na ... Ni ...! Apa itu ... ! Kang ... kang ... !" Pini menatap Jambul sambil matanya melotot. Jambul tahu Pini marah sungguhan. Ini pasti lantaran sikapnya yang selalu memperhatikan Daruni. Jambul sadar. Pini pasti cemburu berat. " Sudah ngomong saja, Ni ... ada apa ?" Jambul sabar dan sambil maraih tangan Pini. Tetapi ditepiskan oleh Pini. " Jangan marah gini ta, Ni. Apa salahku ?" Jambul mengelabuhi Pini dengan kalimatnya. " Kalau ada masalah katakan saja, Ni. Biar jelas. Biar aku tahu." Jambul semakin sabar. " Masalah ... masalah ... ! Ya kang Jambul ini yang buat masalah !" Kalimat Pini disertai getaran bibir. Pini mau menangis. Kalimatnya menjadi tersendat. " Lho kok aku, Ni ? Aku kan tidak apa - apa, Ni. Masalah apa ta, Ni ?" Jambul pura - pura tidak tahu. " Jangan pura - pura kang ! Hati ini tahu kang ! Kalau selama ini kang Jambul berpaling ke Daruni ! Iya kan Kang ?" Saura Pini jadi serak karena tangisnya mulai muncul. Jambul tertawa ngakak. Jambul menyoba menutupi kesalahannya. " O .... itu ta Ni masalahnya." Jambul kembali tertawa. " Ni ... Ni... yang ada di hatiku. Yang ada di pikirku. Yang ada di mataku, cuma kamu Ni ... " Jambul berbohong. Jambul merangkul pundak Pini. Pini tidak menolak. " Kamu jangan salah Ni. Aku mendekati Runi itu bukan aku suka Runi. Tetapi karena aku ingin Runi bisa bekerja seperti kamu. Terampil, trengginas, dan mampu bekerja cepat. Itu saja Ni. Aku berkeinginan kalau Daruni trampil akan meringankan pekerjaanmu, Ni. Ah ... jangan yang tidak - tidak Ni. Hati ini, jiwa dan raga ini hanya buat kamu, Ni." Jambul terus berbohong. " Benar itu kang ?" Marah Pini reda berganti dengan sikap manja. Kepalanya disandarkan di dada Jambul. Hati Jambul berjingkrak gembira. Jambul merasa berhasil mengelabuhi Pini. " Bumi langit menyaksikan, Ni. Ni kamu itu harus tahu. Runi itu anak Demang. Disayang sama Nyi Tambi. Kalau aku berhasil mengajarinya meracik jamu, pasti juga aku akan dapat hadiah dari Nyi Tambi. Dan hadiah itu ahkirnya kamu juga kan yang terima, Ni ?" Rayuan Jambul semakin membuat Pini terlena. Melupakan kemarahannya. Menghilangkan rasa cemburunya. Pini menjadi damai di pelukan jambul. Kesempatan ini segera dimanfaatkan oleh Jambul. Jambul tidak ingin Pini marah seperti tadi. Dan Jambul tidak ingin Pini tahu kalau hatinya telah berkhianat. Diangkatnya dagu Pini dan segera bibirnya ditempelkan di bibir Pini yang basah bau melati. Dibayang Jambul Darunilah yang sedang diciuminya. Pini yang memang sudah sangat rindu diperbuat oleh Jambul yang belakangan ini perhatiannya membelok ke Daruni, segera menyedia - menyediakan badan untuk diperbuat oleh perjaka yang amat dicintainya. Jambulpun tidak menyia - nyiakan kesempatan. Tangannya dengan terampil segera melapasi kancing kain yang dipakai Pini. Tubuh Pini segera terbuka. Jambul menjadi sangat leluasa mempermainkan dada Pini yang sangat terawat oleh jamu. Kecang, kenyal, menggunung, tegak dan sangat menggemaskan yang merabanya. Sambil menggelinjang Pini membalas ciuman panas jambul yang melumat bibir Pini tanpa ampun. Sementara itu tangan nakal Jambul terus menelusur kemana - mana. Dan berhenti di milik Pini yang telah basah. Jambul terus membuat Pini terus ah uh. Sementara tangan Jambul yang tidak bekerja di milik Pini berusaha membebaskan tombaknya yang meronta - ronta di dalam celana. Jambul yang berhasil membebaskan Tombaknya yang telah sangat mengencang keras dan sangat kaku, segera merebahkan Pini di rerumputan. Pini menjerit tertahan tatkala miliknya tersentuh tombak Jambul yang terus amblas tertelan miliknya. Suara rumputan dan daun - daun kering yang menjadi alas Pini terlentang kangkang gaduh bercampur dengan deru napas - napas birahi. Pini dan Jambul berguling - guling di rumputan. Saling menyari dan saling memberi kenikmatan. Rembulan yang separo yang smakin meninggi hanya bisa tersenyum menyaksikan Jambul dan Pini yang terus bergerak dan saling menggeram layaknya macan kerah.
masih ada kelanjutannya .............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar